Samosir, fnews – Jelang masa politik 2020, banyak ulasan dan opini berkembang di berbagai tempat bermunculan, apalagi pembahasannya di warung maupun kedai semi kelas atas. Wakil Bupati Samosir, Anggota DPRD Samosir, Tokoh Masyarakat dan Jurnalis ngopi bareng di Kedai Partukkoan Simpang Jalan Kejaksaan Kecamatan Pangururan, (12/12) mengulas Falsafah Dalihan Tolu dan Budaya Politik yang sedang berkembang saat ini jelang Pilkada serentak di seantero Nusantara.
Pembahasan dimulai tentang tata cara berpolitik yang baik di daerah yang masih menganut tata budaya Falsafah Dalihan Natolu Paopat Sihalsihal yang masih erat di Kabupaten Samosir.
Wakil Bupati Samosir Ir Juang Sinaga mengawali ulasannya tentang konteks saling menghargai dan saling menghormati. “Sebenarnya begini, kita berangkat dari awal bahasan politik, yang membuat suatu cara agar kebaikan bagi semua orang tentang berpolitik yang membuat orang senang dan cara ini dibuat dengan konteks yang baik, cara itu ada di Dalihan Natolu, marsipasangapan dan marsihormatan (saling menghargai dan saling menghormati),. Jangan sampai ada plesetan tentang Dalihan Natolu.
Masih dilanjutkan Sinaga, Falsafah Dalihan Natolu sangat baik dipelihara konteks politiknya. Tinggal pelakunya bagaimana dapat menerimanya. Sesungguhnya politik itu membuat masyarakat semakin dewasa, jika itu saling mendukung satu sama lain agar baik bagi semua orang. Pengakuan orang lain juga adalah salah satu bentuk demokrasi di daerah berbudaya, ini adalah salah satu politik original yang datang langsung dari masyarakat, contohnya pada pemilihan kepala desa. Dan munculnya kata Dalihan Natolu adalah hasil karya nenek moyang kita dahulu di dalam tatanan adat, tuturnya.
Asal usul sejarah Dalihan Natolu dulunya diprakarsai oleh nenek moyang suku Batak yang menjabat sebagai penatua adat untuk membuat satu falsafah yang isinya berupa kebiasaan sehari-hari dalam menjalankan norma adat di lingkungan masyarakat yang dilindungi oleh hukum adat serta memiliki sanksi.
Dalihan itu sendiri dapat diartikan sebagai tungku atau alat penyangga memasak yang menggunakan kayu bakar, dan biasanya kaki dari tungku tersebut ada tiga yang terbuat dari batu sehingga disebut dengan Dalihan Natolu (Tungku berkaki tiga), selanjutnya jika penggunaannya lebih besar, dengan menggunakan alat memasak yang melebihi volume biasa, seperti memasak di pesta besar maka batu tersebut ditambahkan satu lagi sebagai sihalsihal (pelengkap) agar penyangga lebih kuat. Makanya Dalihan Natolu selalu ditambahkan dengan kata Paopat Sihalsihal (keempat Sihalsihal).
Jadi penataan tatanan sebutan Dalihan Natolu Paopat Sihalsihal adalah : Dalihan Natolu diartikan dengan,
Pertama, Somba marhula-hula artinya harus hormat terhadap pihak keluarga istri. Kedua, Manat mardongan tubu artinya diharapkan agar tetap berhati-hati dalam berbuat terhadap semarga.
Elek Marboru yang artinya kita harus pengertian dan toleransi terhadap keluarga perempuan dari pihak kita. Sedangkan Paopat Sihalsihal yaitu saling menghargai dan saling menghormati terhadap teman dan sahabat.
Jadi falsafah ini cukup besar maknanya digunakan di elemen masyakarat termasuk dalam bidang politik, ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Salah satu contoh tata cara politik yang mendukung dengan Falsafah Dalihan Natolu Paopat Sihalsihal ini telah dilaksanakan oleh beberapa marga di beberapa daerah. Termasuk beberapa saat ini yang baru terlaksana memberikan dukungan penuh kepada Bacalon Bupati Samosir periode 2020-2024 RapBerJuang (Rapidin Simbolon dan Juang Sinaga) yang baru saja terlaksana oleh empat marga dari si Raja Parna Sitanggang, Sigalingging, Simanihuruk dan Sidauruk se Samosir yang dilaksanakan di Gedung AE Manihuruk Jalan Simanindo, Kecamatan Pangururan.
Salah satu tokoh masyarakat yang turut hadir yaitu Maju Sitanggang memberikan apresiasi tentang ipar – ipar partubu (semarga) terhadap Simbolon dari si Pitu Sohe yang akan diberangkatkan untuk menjadi pimpinan di kabupaten Samosir. Dasar kuat yang memotivasi pihak marga Sitanggang adalah Dalihan Natolu Paopat Sihalsihal.
“Sekaligus keterkaitan dukungan ini menjadi momen kuat untuk menyatukan semangat terhadap marga – marga lainnya termasuk Sinaga yang menjadi pasangan Simbolon sebagai kekuatan antara daerah Timur (Lontung) dan daerah Barat (Sumba)”, ujar Maju.
Lain halnya tanggapan Anggota DPRD Samosir Drs.Jonner Simbolon yang mengatakan “dalam teori politik mungkin sebagian kita sudah membaca, kekuasan dan seni berdemokrasi. Siapapun itu pelakunya jangan sampai menghalalkan segala cara, budaya itu belum mendominasi fakta kebudayaan”.
Lanjutnya, teknik representasi tentang politik pragmatisme masih beda dan ada yang mengeksploitasi massa. Justru di sini masih tampak belum dewasa perpolitikan kita. Saya setuju saja politik dikaitkan dengan hukum adat, termasuk Dalihan Natolu. Yang sebenarnya, strategi kemenangan itu ada pada people of power. Jadi ke depan politik yang kita jalankan tidak dipengaruhi oleh budaya dan idealisme. Tetapi kita dapat menjadi pengaruh ketika kita sudah mapan dalam berpolitik, tutup Jonner. (Edwin)