Pemilih Samosir Bersedia Jemput TTR?

ilustrasi alat peraga penolakan politik uang oleh Bawaslu. ANTARA Foto/HO-ilustrasi l repro

Oleh Bachtiar Sitanggang

BERAGAM pendapat tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Samosir 2024 yang akan dilaksanakan 27 November 2024, berkaitan dengan tulisan saya di “IBN News”, terbitan Jumat, 16 Mei 2024 dengan judul “Mungkinkah, Tolak & Lawan Money Politic-TTR?”.

Bacaan Lainnya

Hampir semua ragu bisa berkurang pengaruh uang, bahkan ditunggu serta siap jemput bola untuk dapat TTR (Togu Togu Ro) maupun serangan fajar.

Bahkan ada yang berpendapat, petahana yang siap menggelontorkan se-ratusan miliar pada tahun 2020 akan menambah sesuai dengan kenaikan inflasi dibanding empat tahun lalu. Karena petahana menurut teman itu sungguh bagus, oleh karenanya berlomba-lomba untuk menjadi wakilnya.

Mungin ke-“bagus”-an petahana dilihat dari dana yang digelontorkan pilkada lalu akan mempermudah meraup suara untuk memperoleh kursi Samosir 1 dan Samosir 2. Walaupun tentunya, bakal calon tidak mungkin “lenggang kangkung” tanpa dana, minimal cost politic bukan money politic. Cost politic artinya biaya-biaya rutin untuk kegiatan normal,  tidak untuk membeli suara.

Awal-awal penjaringan Bacakada (Bakal calon kepala daerah) Samosir masih banyak yang beranggapan bahwa pasangan petahana Vandiko Timotius Gultom – Martua Sitanggang akan tetap “duet” ke periode berikutnya. Anggapan umum itu tidak keliru, sebab duet itu saling melengkapi dan menutupi berbagai coreng moreng dan kekurangan selama ini.

Vandiko yang baru tinggalkan bangku kuliah didampingi Martua yang birokrat, dan setahun bekalangan setelah Vandiko “mandiri”, hanya Martua yang setia. Sebab , “mentor-mentor” Vandiko ada yang berhalangan tetap dan bermasalah, sehingga Tim Kerja-nyapun kurang terorganiser di mata umum, katanya.

Tapi nyatanya Vandiko dan Martua sudah “pekong” pecah kongsi, sebab Martua sudah mencari jalannya sendiri, sementara Vandiko sedang mengadakan “kontes” siapa yang paling “cantik-menawan hati pemilih” atau “tangguh kepribadian” baik popularitas, gudang suara, terutama kantong tebal (mungkin ya)”, sebab tidak ada di zaman ini yang gratis jadi wakil bupati.

Mengapa demikian? Menurut seorang teman, rakyat pemilih itu kebanyakan orang miskib (tidak semua ya) butuh dana, “coba kalau ada 7 orang satu keluarga, kalau dapat lima ratus ribu seorang, sudah tiga juta lima ratus. Dari mana prtani dapat sebesar itu sekejap? Jadi rakyat membutuhkan”, katanya .

Masuk akal juga, petani sudah semakin menjerit di Samosir, walaupun para pejabatnya tidak mengakui kemiskinan petani makin parah. Dari sumber BPS Samosir, Sensus 2023, jumlah penduduk 141.330 jiwa yang tergolong miskin 14.970 jiwa.

Sebab yang terbangun hanya prasarana dan pariwisata sementara pertanian, sama saja bahkan makin sulit karena hutan semakin mengecil dan air makin menyusut. Teman yang satu ini menerangkan, sejak Mangindar dua periode dan Rapidin, Samosir sama saja dengan Vandiko sekarang, rakyat tetap miskin. Artinya,  siapapun jadi Bupati bagi masyarakat sama saja, ada yang kasih duit ya terima saja, ujarnya.

Kurang lebih itulah kondisi yang terekam masalah “money politic dan Togu Togu Ro (TTR)” menjelang pilkada di Samosir. Bagaimana di derah lain,  tentu bervariasi tergantung tingkat intelektual masyarakatnya serta para elit politiknya.

Tidak sedikit yang berperan dalam pilkada di Samosir sebagai daerah yang diikat kekerabatan Dalihan Na Tolu, oleh karenanya yang ikut aktif tidak hanya politisi dan partai-partai, lebih “berani” lagi tokoh-tokoh marga dan paguyupannya, menyodorkan tokoh-tokoh andalannya.

Memang kelihatannya sudah tertanam dari dulu dengan lagu Nahum Situmorang,…. Hamoraon Hagabeon Hasangapon……jadi incaran Orang Batak, maka berbagai manuver dilakukan untuk mendukung putra-putrinya  meraih hamoraon hasangapon hagabeon yang juga adalah bagian dari upaya kehidupan untuk mencapai kesejahteraan bathin.

Namun kadang-kadang kurang strategis bila dingat petuah orang tua “ndang diida mata alai diida roha”. Artinya, tidak terlihat oleh mata tetapi dapat dilihat oleh mata hati.

Kalau melihat yang muncul di berita media hampir tidak banyak yang mendasarkan kepentingan peningkatan kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat Samosir. Kalaulah Vandiko maju lagi, rasa-rasanya tidak akan banyak yang bisa dia perbuat, janjinya memberi beasiswa untuk S1, S2 dan S3, mudah2an benar, atau “janji tinggal janji”.

Dan yang paling menggerahkan selama periode Vandiko adalah “ketidakharmonisan masyarakat” jauh dari “Martua ma sibaen dame, ai goaron do nasida anak ni Debata” ( Mateus 5:9).

Adapun yang lain seperti pengusaha, mungkin masih test ombak-“mandodo bagas ni aek, mamereng litta dohot iasna” dan kemampuan berenang. Yang kesemuanya memang tergantung partai pengusung sebagai “perahu” apakah “dibeli dan berapa harganya”, mungkin ada seperti Nasdem tanpa mahar. Syukur seperti itu, tetapi Tim Sukses dan sebagainya juga tidak ada yang gratis apalagi orang-orang yang tidak kenal Samosir?

Sebab beban daerah seperti Samosir sungguh aneh, biasanya pejabat yang mau hanya yang “terpaksa”, “sehingga kata orang sih” banyak bekas guru, dan “pegawai travel” “datang Senin berangkat Kamis”.

Kondisi yang tidak perlu dibuktikan di atas perlu menjadi perhatian para elit aktivis pilkada, agar tidak “pat ni manuk paturengreng, marrara mata mangida hepeng”, ise petaho asal dapot hepeng. Sementara kemajuan Samosir tidak menjadi fokus perhatian sebagai tujuan dari pemilihan Kepala Daerah.

Kalau bisa janganlah pangusaha dengan pengusaha, pengusaha dengan politisi, pengusaha dengan pengacara apalagi pengacara dengan pengacara apalagi dengan komprador, pasti memakan waktu untuk penyesuaian. Kalau bisa kita carilah yang punya nama dan harga diri, yang malu terhadap dirinya kalau berbuat salah, tidak justru melempar tanggung jawab.

Khusus bagi para pengusaha, kalau tidak rela usahanya mensuplay dana untuk Samosir janganlah jadi Bupati/Wakil Bupati Samosir. Sebab Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak cukup untuk oleh-oleh “durian ucok”, kirim kembang untuk duka dan pesta perkawinan. Belum untuk menjamu tamu apalagi pemeriksa untuk mendapat predikar Wajar Tama Pengecualian (WTP) dan belum untuk pencitraan di publik dan lain-lain.

Tapi semua yang terjadi adalah kehendak Maha Penentu yaitu Maha Pencipta, sebab “lan do ditahi jolma sangkapNa do na saut”.

Selamat kepada para bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang sudah mendaftarkan diri ke DPC-DPC partai-partai di Kabupaten Samosir, namanya juga “usaha”, masih panjang prosesnya ke DPP partai di Jakarta. Bagi yang terpilih kita harapkan jadilah pemimpin yang takut akan Tuhan dan jangan seperti Raja Uzia di Perjanjian Lama. Salam.

  • Penulis adalah wartawan senior dan advokat domisili di Jakarta.

Pos terkait