Wartawan Kena Sanksi Kode Etik Belum Tentu Langgar Pidana

Bachtiar Sitanggang
formatnews.id – Wartawan Senior dan Advokat Bachtiar Sitanggang menuturkan bahwa  menurut Kapolri Tito Karnavian, pihak yang mengunggah sesuatu melalui media elektronik, kalau ungkapan itu benar, yang mengunggah itu tidak bisa dihukum. Justru harus diberi penghargaan, karena mengungkap sesuatu  (apa yang terjadi/diunggah) itu membantu penegak hukum.
Jadi kalau ada sesuatu yang dianggap mencemari nama baik seseorang (semacam tuduhan) maka Penegak Hukum wajib mencari bukti atau kebenaran dari ungkapan itu. Kalau mengikuti pola pikir Kapolri Tito, yang harus diperiksa terlebih dahulu adalah orang yang merasa namanya dicemarkan. Kalau hasil laboratorium menunjukkan nihil, baru diperiksa si pengunggah, sesuai dengan UU ITE.

 

Kepada formatnews, Senin (18/11.24), Bachtiar, juga penulis buku Negara dan Hukum di Mata Seorang Wartawan dan Advokat, karena menyangkut pemberitaan atau pers, tentu tidak bisa lepas dari Hak Tolak, untuk mengungkap tentang siapa sumber berita. Terserah si wartawan atau media yang bersangkutan mau mengungkap/menyebut atau tidak?

Bacaan Lainnya

Itupun nantinya kalau menurut penerapan hukum yang benar dan adil, harus dibuktikan apakah benar pencemaran nama baik atau justru sebaliknya. Kalaupun Dewan Pers beranggapan (apa sudah ada keputusan?) melanggar Kode Etik Pers, jangan lupa melanggar Kode Etik belum tentu melanggar pidana. Tetapi itu semua tergantung pada pelaksana dan penerapan hukumnya, karena sampai kini penerapan UU ITE masih harus menyesuaikan diri dengan UU KUHP yang baru tentang penjatuhan hukumannya, pihak MA sendiri masih menunggu keberlakuannya.

Lanjut Bachtiar Sitanggang SH yang berdomisili di Jakarta ini,  dalam penerapan peraturan apalagi UU ITE hendaknya semua pihak hati-hati, tidak hanya Penyelidik dan Penyidik, juga para Advokat yang memegang kuasa melapor ke pihak Kepolisian, sebab salah-salah bisa meludah ke langit jatuh ke muka sendiri. Oleh karenanya perlu cermat.

Adv Bungaran Sitanggang, SH, seorang praktisi hukum dan pernah menjadi jurnalis di beberapa media Jakarta, dikutip dari greenberita.com  menyatakan bahwa setiap orang yang merasa dirugikan akibat pemberitaan, seperti fitnah dan atau pencemaran nama baik, tidak dapat menuntut secara pidana, baik dengan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) atau UU ITE. Tetapi menempuh mekanisne yang diatur dalam Undang – undang Pers.
Oleh karenanya, tulis Bungaran, tindakan pengaduan Vandiko Timoteus Gultom, melalui kuasanya yang melaporkan Green Berita Com, pencemaran nama baik di Polda Sumatera Utara adalah berlebihan.

Green Berita memang menulis berita yang viral tentang hasil pemeriksaan kesehatan Vandiko Timoteus Gultom, yang diduga positif terindikasi menggunakan narkoba. Dalam berita, Green Berita telah memuat hasil konfirmasi baik dari dokter pemeriksa maupun Kepala RS Hadrianus Sinaga, Pangururan.

 Pemberitaan wartawan tentang suatu berita yang ditulis dan dinilai merugikan, maka pihak yang merasa dirugikan itu membuat bantahan atau koreksi. Wartawan wajib memuat bantahan atau koreksi itu dalam kesempatan pertama. Mekanisme itu diatur dalam ketentuan Undang undang Pers No 40 tahun 1999.

Undang – undang Pers adalah lex spesialis dari Undang – undang KUHP dan ITE dan perubahannya atau UU 1 Tahun 2023 sebagai lex generali sehingga berlaku lex spesialis derogat legi generali.

Pemberitaan di internet, media yang merupakan kerja jurnalistik yang sesuai ketentuan Undang-undang Pers diberlakukan ketentuan Undang undang Pers. Dengan demikian harus diselesaikan melalui mekanisme yang diatur dengan Undang – undang Pers.
Dengan demikian, lanjut Bungaran, Dewan Pers yang menyimpulkan pelanggaran kode etik jurnalistik pada Green Berita yang konon katanya tanpa melakukan rapat khusus dan atau tidak mendengarkan terlapor dan langsung menyimpulkan ditengarai menyimpang dari ketentuan Pasal 15 Undang – undang Pers.
Bisakah pengaduan Vandiko T Gultom ini dilanjutkan Polda Sumatera Utara? Menurut ketentuan diatas dan berdasarkan lampiran SKB tentang Undang -undang ITE tidak dapat dilanjutkan, ujar Bungaran.
Fernando Sitanggang, bos Green Berita yang diadukan itu, dalam sebuah perbicangan dengan formatnews di Medan sepulangnya mereka dari Jakarta menemui berbagai pihak termasuk Dewan Pers, menjelaskan bahwa Green Berita sudah melakukan hak jawab dan klarifikasi dan menyesalkan tuduhan kepada medianya karena foto yang tidak menyebutkan sumbernya.
Fernando, mantan komisaris di KPU Samosir  itu berharap kasusnya tidak sampai ke penyidik karena merasa sudah “terhukum” juga dengan putusan Dewan Pers tersebut. Dalam klarifikasi dengan Dewan Pers, terungkap bahwa pihaknya tidak diberi kesempatan membela diri sebelum putusan Dewan Pers dikeluarkan.
Jurnalis Senior, Efendy Naibaho, sempat stringer, reporter dan redaktur  di Majalah Tempo, The Jakarta Post, Harian SIB, Mingguan BSF, Batak Pos dan  Sentana, juga pemilik radio pertama di Samosir, Radio Soeara Pusuk Buhit, berharap kasus ini tidak sampai ke ranah hukum. Kan bisa diselesaikan dengan semangat Dalihan Na Tolu dan mardenggan-denggan antara Vandiko – Fernando, ujarnya.
Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan asas kekeluargaan, setidaknya ngopi atau makan bersama,  harap Op Jonathan Naibaho, yang pernah menjadi anggota DPRD Sumut selama dua periode dan sekali lagi berharap, Vandiko Gultom yang didukungnya agar menjadi Bupati Samosir 2 periode, 2024 – 2029, bisa lebih arif dan mau saling maaf memaafkan.
Bupati Samosir periode 2019-2024 itu, Vandiko Gultom melalui tim kuasa hukumnya melaporkan media online Greenberita.com ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) yang terbukti melanggar kode etik jurnalistik dari Dewan Pers terkait memuat hasil rekayasa foto surat pemeriksaan Napza (Narkotika, psikotropika dan zat adiktif) Vandiko Gultom di dalam pemberitaan.
Dikutip  dari Kantor Berita Indonesia, Antara, sesuai isi surat tembusan Dewan Pers nomor: 1335/DP/K/XI/2024 tentang penyelesaian pengaduan diterima klien kami tertanggal 8 November 2024. Media online Greenberita.com dinyatakan terbukti melanggar pasal 2 Kode Etik Jurnalistik, merekayasa foto hasil cek kesehatan klien kami Vandiko Gultom yang menyebutkan positif narkotika dimuat dalam pemberitaan media yang kemudian disebar melalui media sosial.
“Karena itu, kami membuat laporan pengaduan ke Polda Sumut agar perusahaan media bersangkutan segera diproses hukum,” sebut Ketua Tim Kuasa Hukum Vandiko Gultom, Parulian Siregar, didampingi timnya Jaingat Sihaloho, Hutur Irvan Pandiangan dan Carlos Jevijay Sinurat, Jumat (16/11), di Pangururan, Kabupaten Samosir.

Penyampaian laporan pengaduan masyarakat berdasarkan surat penilaian dan rekomendasi Dewan Pers itu, kata Parulian, diserahkan ke Sekretariat Umum Polda Sumut disertai tanda bukti terima pengaduan pada Kamis (14/11), dengan isi laporan dugaan perbuatan merusak/pencemaran nama baik Vandiko Gultom melalui media sosial sesuai pasal 27A UU RI nomor 1 tahun 2024 perubahan kedua atas UU nomor 11 tahun  2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE).

“Alat bukti pendukung berikut saksi-saksi seperti Direktur RSUD Hadrianus Sinaga selaku yang berwenang mengeluarkan hasil medical record, sudah kami lampirkan dalam pengajuan laporan pengaduan. Sepenuhnya kami serahkan ke Polda Sumut untuk bisa ditangani lebih lanjut Direktorat Reserse Siber dengan memanggil saksi-saksi,” ucapnya.

Tim kuasa hukum juga memohon kepada Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan untuk memprioritaskan penanganan perkara ini, mengingat klien mereka Vandiko Gultom sedang di masa cuti sebagai Bupati Samosir menjalani masa kampanye Pilkada Samosir 2024 agar tidak terjadi penggiringan opini negatif meluas di kalangan masyarakat khususnya di Kabupaten Samosir.

“Besar harapan kami perkara ini menjadi prioritas Pak Kapolda Sumut, agar masyarakat Samosir tidak termakan isu/berita miring menunggu kepastian hukum dari pihak berwenang,” pungkas Parulian, demikian Antara. ***

Efendy Naibaho

Pos terkait