formatnews.id – FORUM BERSAMA PUNGUAN POMPARAN RAJA PASARIBU INDONESIA (PPRPI); PUNGUAN LIMBONG MULANA SE-JABODETABEK & SERANG BANTEN; PUNGUAN SAGALARAJA-BORU-BERE-IBEBERE SEDUNIA (PSBBI SE-DUNIA) dan PUNGUAN SILAURAJA INDONESIA, dalam suratnya Nomor : 01/FORBES-GTB/IV/2025 menyampaikan Pernyataan Sikap Penolakan Pembangunan Monumen Silang Hangoluan Titik Nol Peradaban Batak di Pariksabungan, Pusuk Buhit, Sianjurmulamula, Samosir. Surat tersebut disampaikan kepada Bupati Samosir di Pangururan diantar Ketua PPRPI Samosir, A Hotnida Limbong, Senin (14/04).
Pernyataan sikap mewakili Pomparan Leluhur Ompui Guru Tateabulan (GTB), yang bersatu dalam Forum Bersama para pengurus Perkumpulan/Punguan Marga/Organisasi Masyarakat Batak khususnya marga keturunan leluhur Ompui Guru Tateabulan, yaitu Punguan Pomparan Raja Pasaribu Indonesia (Marga Pasaribu), turunan Sariburaja (anak kedua Guru Tateabulan), Punguan Limbong Mulana Sejabodetabek & Serang Banten (Marga Limbong), turunan Limbong Mulana (anak ke-tiga dari Guru Tateabulan), Punguan Sagalaraja-Boru-Bere-Ibebere Se-Dunia, (Marga Sagala), turunan Sagalaraja (anak ke-empat Guru Tateabulan) dan Punguan Silauraja Indonesia (marga Malau, Manik, Ambarita dan Gurning) mewakili turunan Silauraja (anak kelima dari Guru Tateabulan).
Mereka menyampaikan keberatan dan menolak keras pembangunan monumen Silang Hangoluan Titik Nol Peradaban Batak di Parik Sabungan, Sianjur Mulamula yang dibangun oleh sekelompok orang dan juga telah mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Samosir.
Penolakan ini didasarkan pada berbagai alasan sebagai berikut: a. Pembangunan tersebut akan merusak budaya Batak karena «Silang» (Salib) adalah simbol agama tertentu sementara peradaban orang Batak sudah ada sebelum ajaran agama (Kristen) masuk ke Tanah Batak. Sebagai Titik Nol Peradaban Batak seharusnya fokus pada budaya Batak. Monumen-monumen harus menunjukkan budaya Batak (nonkeagamaan) sehingga kurang tepat dibuat dalam bentuk salib (simbol salah satu agama).
b. Bahwa suku Batak bukan milik kelompok agama tertentu, dan seiring dengan perkembangan jaman, orang-orang Batak menganut berbagai agama dan aliran kepercayaan menurut keyakinan masing-masing, sehingga pembangunan monumen tersebut dapat merusak kerukunan dan perpecahan sesama orang Batak.
c. Kawasan (area) Pusuk Buhit, di Sianjur Mulamula, Samosir, termasuk situs-situs yang ada di dalamnya adalah peninggalan leluhur Ompui Guru Tateabulan (GTB) dan termasuk tanah adat milik bersama (komunal) pomparan (keturunan) Guru Tateabulan yaitu Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Silau Raja. Oleh Karena itu, pemanfaatan wilayah Pusuk Buhit harus atas persetujuan para Pomparan Guru Tateabulan tersebut.
Pengurus punguan-punguan keturunan (pomparan) Guru Tatea Bulan yaitu Pomparan Sariburaja/Pasaribu (PPRPI), Punguan Limbong Mulana Se-Indonesia dan Punguan Sagalaraja-Boru-Bere-Ibebere Sedunia, (PSBBI Se-Dunia) serta Punguan Silauraja Indonesia belum pernah duduk bersama untuk membicarakan pembangunan tersebut. Pernyataan sikap penolakan ini kami sampaikan secara bersama-sama yang mewakili Pomparan
GTB.
Sehubungan dengan itu, kepada para pihak yang terkait agar menghentikan pembangunan monumen Silang Hangoluan Titik Nol Peradaban Batak di Parik Sabungan, Pusuk Buhit, Sianjur Mulamula dan membersihkan wilayah tersebut seperti kondisi semula.
Kepada Bupati Kabupaten Samosir, kami meminta agar mencabut ijin membangun (IMB) pembangunan monumen dimaksud dan menjadikan wilayah Pusuk Buhit menjadi cagar budaya yang selalu yang selalu dijaga kelestariannya sebagai Titik Nol Peradaban Batak.
Pernyataan ini dibuat di Jakarta, 7 April 2025, atas nama FORUM BERSAMA POMPARAN GURU TATEABULAN ditandangani dan berstempel masing-masing Ketua Umum Punguan Pomparan Raja Pasaribu Indonesia (PPRPI)
mewakili Keturunan Sariburaja Sahala Benny Pasaribu, Ketua Umum Punguan Limbong Mulana Sejabodetak & Serang Banten mewakili Keturunan Limbong Mulana, Berman Limbong, Ketua Umum Punguan Sagalaraja-Boru-Bere-Ibebere Se-Dunia mewakili Keturunan Sagalaraja R Maringan Sagala, An Ketua Umum Punguan Silauraja Indonesia mewakili Keturunan Silauraja mewakili Keturunan Silauraja Ketua Umum I Wilman Malau.
Tembusan surat ini disampaikan kepada Ketua DPRD Kabupaten Samosir, Panitia Pembangunan Monumen Silang Hangoluan Titik Nol Peradaban Batak di Samosir, Camat Sianjurmula-mula dan para Kepala Desa di wilayah Pusuk Buhit.
Dikutip dari Kominfo Samosir, Wakil Bupati Samosir Ariston Tua Sidauruk bersama Ketua Parsadaan Pomparan Limbong Mulana Indonesia (PPLMI) Bernhard Limbong meletakkan batu pertama pembangunan Salib Suci “Silang Hangoluan” Limbong Mulana di Titik Nol Habatahon Huta Parik Sabungan, Desa Sarimarrihit-Sianjur Mulamula, Samosir, 12/03.
Pembangunan Silang Hangoluan merupakan inisiasi Parsadaan Pomparan Limbong Mulana Indonesia (PPLMI), salah satu marga tertua di Kabupaten Samosir. Sesuai rencana Salib akan dibangun dengan tinggi 45 M dan akan menjadi Salib tertinggi di Dunia.
Wakil Bupati Samosir Ariston Tua Sidauruk mengapresiasi pembangunan Salib Suci “Silang Hangoluan”. Dengan adanya Salib tersebut, Ariston berharap masyarakat Kabupaten Samosir khususnya yang ada di Kecamatan Sianjur Mulamula dapat hidup dalam kasih, dan saling tolong-menolong sebagaimana arti dari Salib yang melambangkan kemuliaan bagi umat Kristen yang membebaskan manusia dari segala dosa.
“Atas nama Pemerintah Kabupaten Samosir kami mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih kepada Ketua PPPLMI Bernhard Limbong sebagai inisiator pembangunan Salib ini. Kita pantas bersyukur karena ini merupakan suatu wujud kepedulian terhadap Bona Pasogit”, kata Ariston
Ariston yakin, pembangunan Salib Suci nantinya akan menjadi sebuah objek wisata religi baru yang berfokus pada aspek spritual dan keagamaan yang dapat mengeksplorasi dan memberi pemahaman pengamalan nilai-nilai agama. Seluruh masyarakat dihimbau untuk mendukung kesuksesan pembangunan Salib Suci, karena akan berdampak pada peningkatan perekonomian masyarakat kedepan.
Menurut Ariston, beberapa fasilitas yang dibangun akan menunjang pariwisata Samosir, Salib Hangoluan menjadi ikon yang dikembangkan kedepan, apalagi akan menjadi salah satu Salib tertinggi di Indonesia bahkan dunia. “Saya tertegun dan sangat senang dalam acara ini. Masih ada putra daerah yang sangat peduli dengan daerah asalnya, mulai dari perencanaan sampai pembangunan. Saya yakin tempat ini akan menjadi salah satu ikon yang layak dikunjungi wisatawan dan menjadi suatu kebanggaan masyarakat Samosir”, tambah Ariston.
Untuk itu seluruh masyarakat khususnya yang ada di Sianjur Mulamula diharapkan mendukung pembangunan Salib Suci “Silang Hangoluan”.
Ketua Parsadaan Pomparan Limbong Mulana Indonesia (PPLMI) Bernhard Limbong mengatakan bahwa dirinya terpikir untuk membangun Bona Pasogit, mengingat begitu banyaknya pembangunan yang ia lakukan di daerah lain, dan pemikiran ini menggugah pikirannya membangun Bona Pasogit. “Saya dikasih Tuhan banyak berkat dan saatnya berbuat untuk Bona Pasogit, mulai dari Tugu Limbong Mulana, Titik Nol Habatahon dan Salib Hangoluan”, kata Bernhard.
Dijelaskan Bernhard, Salib Hangoluan akan dibangun dengan tinggi Salib 45 meter dan secara keseluruhan mulai dari lantai setinggi 52 meter, menelan biaya Rp 50 milyar dan merupakan dana pribadi sebagai bukti kepedulian kepada Bona Pasogit. Melengkapi bangunan Salib juga akan dibangun rumah doa. “Menjadi suatu ikon Salib tertinggi di Dunia. Ini bukan mimpi, saya tidak pemberi harapan palsu, sebelum saya dipanggil Tuhan, saya akan berbuat sesuai dengan berkat yang diberi Tuhan”, tambah Bernhard
Di tengah efisiensi anggaran saat ini, Bernhard meminta Pemkab Samosir menjalin kerjasama agar dapat mencari PAD sehingga pembangunan dapat tetap berjalan. Untuk itu diharapkan Pemkab Samosir dapat meningkatkan human rResourcing agar program, visi misi Bupati dan Wabup dapat diterapkan dengan baik termasuk dalam menggali potensi-potensi yang ada di Kabupaten Samosir. ***
Efendy Naibaho