Jangan Jadi Jamban Terbesar di Dunia

Ilustrasi l Repro
Oleh Bachtiar Sitanggang*
TERUS terang, judul di atas sudah sejak lama terngiang di benak saya, sebagai putra Samosir yang dikelilingi Danau Toba dan bermukim selama 18 Tahun di pulau dalam pulau tersebut, yang tentu sudah jauh berbeda sejak setengah abad yang lalu.

Bagaikan menemukan durian runtuh, setelah membaca berita di detik.com: “Laporan Bank Dunia ke Luhut: Kerusakan Danau Toba Sudah Parah!” Berita itu saya kutip lengkap: “Perwakilan Bank Dunia menemui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan sore ini. Dalam pertemuan itu, Bank Dunia memberikan hasil laporan yang diminta Luhut soal Danau Toba.

Luhut mengatakan, sebelumnya telah meminta Bank Dunia untuk mengaudit kondisi Danau Toba. Audit itu diperlukan untuk pengembangan Danau Toba sebagai tempat pariwisata.

Bacaan Lainnya

“Tadi menyangkut masalah Danau Toba, sudah berapa lama, saya minta audit mereka,” kata Luhut usai bertemu perwakilan Bank Dunia di kantornya, Senin (19/11).

Dari audit itu, Luhut mengatakan, Danau Toba mengalami kerusakan parah. Lantaran, air di Danau Toba kotor. “Ternyata Danau Toba itu kerusakannya sangat parah, jadi hanya 50 meter airnya punya oksigen, di bawahnya tidak oksigen. Tidak sehat sebetulnya itu harus dibersihkan. Keramba itu nggak bisa nggak, harus dibuang. Kemudian ada peternakan babi, buang limbah ke situ, nggak boleh. Terus rumah hotel. Karena kalau nggak, itu danau habis dan tujuan pariwisata tak tercapai,” jelasnya.

Selain itu, kerusakan juga terjadi pada hutan. Luhut bilang, banyak pohon yang ditebang di sekitar Danau Toba. “Terakhir, masalah hutan-hutan yang dipotong itu harus ditanami kembali dan kepemilikan lahan hutan, Presiden secara khusus bilang ke saya akan diambil langkah untuk mengurangi. Itu kan tujuan wisata, kalau tujuan wisata environment nggak bagus, siapa yang mau datang,” ujarnya.

Lebih lanjut, Luhut mengatakan, audit itu sebagai pijakan untuk pengembangan pariwisata. Dia bilang, audit tak menyangkut soal pinjaman. “Nggak, nggak ada urusan itu, kita minta studi, karena World Bank itu yang punya kredibilitas itu. Dia studi. Studi itulah dasar kita kerja,” tutupnya.

Yang bicara adalah Menko Kemaritiman, dan beliau sendirilah “motor penggerak” peningkatan Danau Toba menjadi tujuan wisata di era Jokowi-JK, yang sebelumnya terabaikan.

Dapat dibayangkan kedalaman danau ada 450 meter kalau hanya 50 meter yang bersih berarti 400 meter kotor atau delapan kali kotornya dari normal.

Biasanya jenderal yang satu ini cepat dan tepat mengambil solusi dan tindakan sebagai tentara sejati, Kopassus lagi. Kita beruntung ada LBP, sehingga terungkap kerusakan itu, para bupati dan pejabat daerah mana berani berteriak menyebut “Samosir, Negeri Indah Kepingan Surga”, Surga dikeping-keping, apa tidak sama dengan neraka kalau kepingan surga? Istilah itu perlu dikaji rohaniawan dan sastrawan.

Nasi sudah jadi bubur, hutan di sekitar Danau Toba habis dibabat PT serta oleh Pemkab. Eukaliptus tidak mampu menggantikan fungsi hutan alam yang sudah ratusan tahun.

Pembangunan hotel-hotel di pinggir dan bahkan di dalam danau, sesuai aturan atau tidak. Ijin peternakan babi, ada amdalnya tidak, keramba jaring apung merusak lingkungan tidak? Kita tunggu Pak Luhut, sebab menurut seseorang tidak banyak hotel apalagi rumah-rumah yang memiliki septic tank, jangan-jangan tinja dan buangan peternakan babi langsung mengalir masuk danau.

Keramba jaring apung dari perairan Tomok sampai Lontung sekitar 60% luas danau antara Samosir dengan Sumatera dikuasai PT . Berapa ton per hari pakan yang ditabur ke danau, yang terbuang maupun kotoran ikan akan tetap mengotori air danau. Pak Luhut pasti mampu dan punya resep mengecek itu.

Pak Luhut sadar atas karakter para pemimpin daerah, tanpa sang jenderal tidak akan ada perbaikan di “Tapanuli Peta Kemiskinan” di tahun 1980-an itu. Dengan analisa komprehensif akan dapat diambil kesimpulan, terutama tindakan dan langkah-langkah konkret menyelamatkan Danau Toba, termasuk penanaman pohon sebab Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) hanya ada di atas kertas.

Keterangan Menko Kemaritiman tersebut membuka mata hati semua pihak untuk mencegah agar Danau Toba itu tidak menjadi jamban terbesar di dunia, yang menampung tinja manusia, bercampur dengan kotoran hewan serta pakan ikan. Harapan kita hanya kepada Pak Luhut, sebab para Bupati pasti sibuk “mikirin” kepentingan lain. Semoga Danau Toba benar-benar Tao Toba Nauli.***

*Penulis adalah wartawan senior dan advokat berdomisili di Jakarta. l Dikutip dari Pelita Batak https://www.pelitabatak.com/detail/kabar-dari-seberang/Jangan-Jadi-Jamban-Terbesar-di-Dunia

Danau Toba adalah danau alami berukuran besar di Indonesia yang terletak di kaldera gunung supervulkan. Danau ini memiliki panjang 100 kilometer, lebar 30 kilometer, dan kedalaman 508 meter. Danau ini terletak di tengah Pulau Sumatra bagian Utara dengan ketinggian permukaan sekitar 900 meter. Wikipedia
Luas: 1.130 km²
Provinsi: Sumatera Utara
Aliran keluar utama: Sungai Asahan
Area permukaan: 1.130 km2 (440 sq mi)
Jenis perairan: Vulkanik/tektonik

Pos terkait