PHK Honorer di Deli Serdang dan Jalan Sunyi Menuju Job Guarantee

Ilustrasi l Repro

Oleh Shohibul Anshor Siregar l Dosen FISIP UMSU

SEBANYAK 278 tenaga honorer di lingkungan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang akan diberhentikan bulan ini. Kebijakan ini, menurut Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), adalah bagian dari penataan ulang tenaga non-ASN.

Bacaan Lainnya

Namun di balik angka itu, sesungguhnya kita sedang menyaksikan fragmen kecil dari krisis besar: gagalnya negara melindungi warga yang paling setia bekerja. Anehnya negara merasa seakan sedang mengukir prestasi untuk dibanggakan. Bagimana bisa seperti itu?

Negara dan Warga: Siapa untuk Siapa?

Konstitusi Indonesia tidak lahir untuk melayani pasar, tetapi untuk melindungi rakyat. Para birokrat tampaknya harus diimbau merenungi kembali konstitusi negara secara filosofis. Pasal 27 ayat (2) dengan jelas menyatakan: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Kalimat ini bukan sekadar pasal hukum, tapi titah konstitusional yang wajib dijalankan oleh seluruh organ negara—dari presiden hingga kepala dinas.

Namun ketika tenaga honorer yang telah mengabdi belasan tahun justru diputus kontraknya tanpa kejelasan nasib, negara seperti kehilangan arah. Seolah lupa bahwa warga bukan beban pembangunan, melainkan pemilik sah kedaulatan.

Pemerintah Bukan Mandor

Ada kesalahan berpikir yang tak kunjung diperbaiki dalam sistem birokrasi kita: pemerintah dan kementerian ketenagakerjaan hanya bertindak sebagai mandor, yang sekadar mencatat tenaga kerja dan menunggu pasar yang akan menyerap mereka. Mereka duduk sebagai pengatur, bukan penyedia.

Inilah warisan paling berbahaya dari mindset kolonial, di mana negara bertindak seolah-olah hanya pengawas kerja, bukan pengayom kehidupan rakyat. Dalam cara pikir ini, manusia dilihat sebagai alat produksi yang bernilai jika sedang dibutuhkan, dan dikesampingkan ketika tak lagi relevan.

Transformasi mindset ini penting dan mendesak. Negara tidak dibentuk untuk menjadi mandor kapitalisme, melainkan pelindung manusia. Kementerian dan dinas ketenagakerjaan seharusnya menjadi lembaga pencipta kerja—bukan hanya pengawas pelatihan.

Setiap lima tahun rakyat membayar biaya suksesi yang besar. Ironisnya pemegang legitimasi itu tak ubahnya hanya mandor kerdil nir-gagasan dan lemah inovasi.

Job Guarantee: Solusi Konstitusional

Job Guarantee (JG) adalah model kebijakan yang menjawab langsung persoalan ini. Ia menyatakan bahwa negara harus menjamin pekerjaan bagi semua warga yang bersedia dan siap bekerja. Negara sebagai employer of last resort, menciptakan kerja berbasis komunitas dan kebutuhan sosial.

JG bukan sekadar program ketenagakerjaan, tetapi bentuk nyata pelaksanaan konstitusi. Bukan hanya mengurangi pengangguran, tetapi juga menghidupkan kembali fungsi negara sebagai rumah rakyat.

Simulasi di Deli Serdang

Asumsi Dasar: Jumlah honorer terdampak: 278 orang. Upah layak kabupaten: Rp 3.000.000/bulan. Durasi awal: 12 bulan. Anggaran total: Rp 10.008.000.000. Jenis Proyek: Rehabilitasi fasilitas umum. Literasi anak desa dan lansia. Digitalisasi arsip dan sejarah lokal. Pelatihan keterampilan dasar bagi warga

Dengan dana relatif kecil untuk ukuran APBD, Deli Serdang bisa menjaga kestabilan sosial, memperkuat pelayanan publik, dan menunjukkan bahwa negara tak pernah meninggalkan warganya.

Belajar dari India dan Argentina

India melalui MGNREGA menjamin 100 hari kerja per tahun bagi rumah tangga miskin di desa. Argentina melalui Plan Jefes y Jefas menampung jutaan penganggur dalam proyek sosial. Kedua negara ini menunjukkan bahwa negara bisa dan harus menciptakan pekerjaan ketika pasar gagal. Indonesia—dengan konstitusi yang lebih progresif—seharusnya lebih mampu.

Penutup: Rebut Kembali Fungsi Negara

PHK terhadap honorer di Deli Serdang adalah alarm. Ia menggambarkan bagaimana negara makin terjauh dari rakyatnya. Ia menegaskan perlunya perubahan bukan hanya kebijakan, tapi paradigma. Negara harus berhenti berpikir seperti koloni yang hanya melayani pasar. Negara bukan mandor. Negara adalah pelindung rakyat. Dan rakyat bukan buruh bayangan, melainkan pemilik negeri ini.

Sudah waktunya kita meluruskan arah. Dari ketergantungan pada pasar, menuju penciptaan kerja berbasis keadilan. Dari birokrasi yang menghitung statistik, menjadi pemerintahan yang menghidupkan harapan. Dan semua itu dimulai dengan satu langkah: jamin pekerjaan untuk rakyatmu. ***

 

Pos terkait