BANJIR : FAKTOR PENYEBAB, AKIBAT DAN MITIGASI

Banjir 2020 l Repro antaranews l

Oleh Yance

Banjir adalah fenomena alam biasa yang sering terjadi, dan karena begitu sering terjadi khususnya di negeri kita, sudah dianggap sebagai rutinitas. Respon yang diberikan terhadap banjir, berbeda tiap orang dari masa ke masa. Hal ini disebabkan karena perbedaan cara  yang digunakan. Ada yang menanggapi banjir sebagai takdir yang tidak dapat dihindari, harus diterima sebagai takdir dari Yang Maha Kuasa. Adapula yang menganggap banjir dapat dicegah terjadinya, minimal dapat dikurangi frekuensi dan intensitasnya.

Banjir didefinisikan sebagai berikut : Meluapnya air dari badan air, sehingga melimpas dan menggenangi daerah yang biasanya tidak tergenang. Sebagai peristiwa alam, sebenarnya banjir dapat dikelola dengan sains modern dan teknologi, sehingga efek destruktifnya dapat diredam. Untuk dapat mengelola banjir, langkah pertama adalah memahami perilaku dan karakter banjir, termasuk  mengkaji faktor penyebabnya.

Bacaan Lainnya

Faktor penyebab banjir dapat  dikelompokkan sebagai berikut :

1.Faktor alam, terdiri dari :

A. Hidro -Klimat – Meteorologi

Faktor ini meliputi curah hujan, intensitas hujan, volume hujan, frekuensi hujan, durasi hujan, jarak waktu satu hujan  dengan hujan berikutnya.

B. Geologi dan geomorfologi.

Faktor ini meliputi bentuk dan ukuran dimensi alur sungai, kemiringan dasar sungai, tingkat kekasaran atau kehalusan dasar sungai, tingkat kelokan (meandering) sungai, koefisien infiltrasi air di badan sungai dan daerah aliran sungai, morfologi dan morfometri sungai .

2. Faktor manusia, meliputi:

Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Akibatnya ketentuan rasio building coverage dilanggar, luas daerah tangkapan air menyusut, koefisien run off (limpasan air ) meningkat. Praktek pertanian intensif yang melampaui daya dukung lahan. Pemanfaatan bantaran sungai untuk pemukiman, sehingga lebar sungai dan luas penampang badan air berkurang.

Alih fungsi kawasan lindung menjadi kawasan budidaya, sehingga laju sedimentasi meningkat dan mengakibatkan alur sungai menjadi dangkal.  Perilaku membuang sampah di badan sungai, sehingga aliran air tidak lancar.

Akibat  banjir

Akibat dari peristiwa banjir dapat dikelompokkan :
1.  Kerugian materi, jiwa.
2. Kerugian ekologis.

Kerugian ekologis terbesar adalah berkurangnya tingkat kesuburan lahan. Biasanya banjir membawa endapan lumpur yang tebal. Ketika banjir sudah surut, tinggal endapan lumpur yang menutupi pori – pori tanah. Akibatnya kemampuan infiltrasi tanah dalam menyerap air menurun tajam. Di samping itu, udara yang dibutuhkan oleh hewan – hewan tanah tidak dapat masuk, akibatnya hewan hewan itu mati. Sementara hewan tanah adalah faktor penyubur tanah. Oleh karena kemampuan tanah menyerap air sangat kecil, pori- pori tanah tertutup, maka permukaan tanah jadi keras. Ketika datang banjir berikutnya, maka dapat dipastikan luas genangan banjir  meningkat, begitulah seterusnya.

Mitigasi Banjir

Setelah mengetahui “peta anatomi ”  penyebab banjir, dapat dirancang upaya mitigasi banjir. Upaya tersebut mencakup aspek – aspek : Kebijakan pengelolaan sungai, mulai dari perencanaan hingga evaluasi dan perbaikan         berkelanjutan. Membuat regulasi aturan main mulai dari tingkat global hingga tingkat detail teknis.

Teknologi rekayasa sungai. Teknologi rekayasa pengendalian laju erosi dan sedimentasi, khususnya di daerah hulu.
Rekayasa sosial budaya. Revitalisasi kelembagaan pengelolaan sungai.

Model Manajemen Banjir

Pada awal abad XXI, ITC Enschede dan Tweente University  telah mengembangkan model pembangunan berbasis ekologis yang dikenal sebagai  model Satuan Wilayah  Sungai  (SWS ). Model SWS sudah diadopsi dan dilaksanakan di Indonesia. Model ini pertama kali diterapkan di Jawa Tengah.

Lima Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu DAS Jragung, Tuntang, Serang. Lusi, Juwana digabung menjadi satu SWS, yaitu Jratunseluna, meliputi 13 kabupaten yang dikelompokkan dalam tiga golongan, Kabupaten hulu, tengah dan hilir. Setiap tahun Bupati, Kepala BAPPEDA dan Kepala kepala Dinas dari 13 kabupaten berkumpul menyusun rencana
pembangunan bersinergi. Apa saja yang harus dilakukan oleh kabupaten hulu, tengah dan hilir.

Hasilnya luar biasa, semua kabupaten mengalami kenaikan peringkat. Kabupaten yang sudah mapan, jadi makin mapan, yang menengah naik jadi mapan dan kabupaten miskin naik jadi menengah. Mereka maju bersama – sama, seperti lokomotif yang menarik rangkaian gerbong kereta api. Produktivitas meningkat, bencana ekologis berkurang, lahan kritis berkurang, angka kemiskinan berkurang.

Biaya rehabilitasi kerusakan infrastruktur yang biasanya menyedot anggaran cukup besar, sekarang dapat digunakan untuk menggerakkan  pembangunan sektor riil.

Untuk dapat melaksanakan model SWS dengan sukses dibutuhkan persyaratan yaitu para Kepala Daerah harus rela
menanggalkan rasa Ego Kedaerahan dan sikap serta perilaku seperti Raja – raja Kecil. Sekarang setiap Provinsi mengadopsi model SWS, tetapi karena kurangnya komitmen dan tidak konsisten dalam pelaksanaan, hasilnya jauh dari memuaskan, tidak ada yang seperti SWS Jratunseluna.

Cara Menghitung Besaran Kerugian Akibat Banjir.  Cara menghitung kerugian  yang ditimbulkan oleh banjir ataupun peristiwa alam lainnya, secara saintifik memerlukan cara pandang berbeda dengan yang dipahami oleh sebagian besar orang.

Di bawah ini dipaparkan prosedur menurut standard keilmuan, yaitu : Mengenali dan mengidentifikasi  jenis kerugian.

Ada tiga jenis kerugian yang dapat diidentifikasi, yaitu :
A. Kerugian yang teridentifikasi dan terasuransi. Kelompok jenis Kerugian ini sangat mudah menghitungnya dan beban itu dipikul oleh lembaga asuransi, baik sebagian maupun seluruhnya. Besaran jenis kerugian ini per individu sebenarnya tidak terlalu besar. Walaupun demikian, karena jumlah individu yang mengajukan klaim sangat banyak dalam durasi waktu bersamaan,  dapat menyebabkan pihak asuransi menderita kolaps atau kesulitan cashflow.

Di Indonesia biasanya aset bergerak ( kendaraan bermotor ), yang paling banyak diasuransikan. Dalam kasus banjir di Jakarta pada awal tahun ini, ditaksir ada ratusan ribu kendaraan berbagai jenis terendam air, dan pasti memerlukan perbaikan. Setelah diidentifikasi jumlah kendaraan dan jenis serta tingkat kerusakannya, baru dapat dihitung besaran kerugiannya. Selain kendaraan bermotor, peralatan elektronik,  juga banyak diasuransikan.

B. Kerugian yang teridentifikasi, tetapi tidak terasuransi. Kerugian jenis ini biasanya nilainya lebih besar dari yang
pertama. Kerugiannya jelas dapat teridentifikasi, tetapi tidak jelas siapa yang harus memikul kerugian.  Walaupun demikian tetap harus ada yang memikul kerugian itu,  tidak peduli siapapun pihak tersebut.  Biasanya pihak Pemerintah turun tangan memikul kerugian itu. Contoh jenis kerugian ini adalah biaya yang harus dikeluarkan
untuk operasional evakuasi warga yang terjebak banjir. Biaya itu meliputi honor petugas, akomodasi, pengadaan dan pengoperasian peralatan, perawatan medis warga yang cedera atau sakit. Biaya pembersihan rumah, gedung fasilitas umum dari lumpur dan sampah, pembersihan parit, saluran drainase, gorong gorong, jalan raya, trotoar.

Biaya pembersihan itu dihitung berdasarkan besaran luas dalam satuan meter persegi. Biaya rehabilitasi jaringan listrik, pipa air, pipa gas,  kabel listrik, kabel telephone. Biaya rehabilitasi permukaan tanah yang terendam banjir, berupa pembolak – balikan permukaan tanah yang sudah tertutup endapan lumpur, untuk meningkatkan koefisien infiltrasi tanah, agar tetap dapat menyerap air.

C. Kerugian yang tidak teridentifikasi dan tidak terasuransi. Jenis kerugian ini jumlahnya paling besar dibandingkan
dengan dua kelompok di atas. Beberapa contoh yang dapat disebutkan adalah batalnya jutaan transaksi bisnis bernilai tidak terhingga, akibat tidak berfungsinya jaringan utilitas kota. Hilangnya puluhan juta jam kerja produktif, yang tidak dapat di klaim kepada siapapun, akibat kerusakan faktor produksi dan prasarana serta sarana produksi, berhentinya mobilitas penduduk.

Kerugian waktu yang diderita tidak dapat digantikan dengan uang sebesar apapun,  karena waktu tidak pernah dapat kembali. Masa hidup tiap orang hanya satu kali dan durasinya singkat pula. Akibat kerugian jenis ini tidak
terperikan.

Dapat dibayangkan berapa total kerugian yang diderita oleh satu kali banjir seperti yang baru terjadi di Jakarta. Sementara itu kota Jakarta sudah sering mengalaminya. Uraian di atas baru menyentuh satu peristiwa yang terjadi tidak setiap hari. Bagaimana dengan fenomena harian seperti kemacetan lalu lintas yang juga menimbulkan kerugian besar ?.

Banjir, kebakaran, kemacetan lalu lintas dan sampah adalah masalah rutin yang mendera warga Jakarta. Ketidakmampuan Pemerintah dan Warga  Kota mengatasi masalah – masalah yang sebenarnya dapat
diatasi, menunjukkan bangsa ini bukan pelajar yang baik.

Kesimpulan

Persoalan banjir tidak sesederhana yang diduga,melibatkan banyak faktor, pihak yang membentuk jalinan interaksi, interrelasi yang rumit. Sudah waktunya meninggalkan model pembangunan berbasis wilayah administratif, beralih ke model pembangunan berbasis bentang ekosistem.

Banyak sungai sebagai badan air yang mengalirkan air dari hulu hingga ke muara, melintasi wilayah  yang melampaui batas wilayah administrasi pemerintahan setingkat kabupaten, atau provinsi, bahkan ada yang melintas batas negara.

Oleh karena itu model pembangunan berbasis ekosistem lebih dapat diandalkan.

Hak cipta © 1999 – 2020 Google

Pos terkait