Kerja Empat Hari dalam Seminggu

Ilustrasi l repro l

Oleh Shohibul Ansor Siregar

DI tengah tantangan sosial dan ekonomi yang dihadapi Indonesia, pemerintah mengusulkan kebijakan kerja empat hari dalam seminggu untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Di satu sisi, banyak yang melihat ini sebagai langkah progresif yang dapat meningkatkan kesejahteraan pegawai dan efisiensi kerja. Namun, di sisi lain, ada suara yang mempertanyakan kesesuaian kebijakan ini dengan realitas negara yang masih bergulat dengan tingkat kemiskinan tinggi dan pengangguran yang mencapai 8,8 juta orang pada tahun 2023.

Bacaan Lainnya

Ketimpangan sosial-ekonomi di Indonesia menjadi perhatian serius. Meskipun pertumbuhan ekonomi melaju, banyak masyarakat yang masih terpinggirkan, dengan angka kemiskinan mencapai 9,54% pada tahun 2022. Kebijakan pengurangan jam kerja di BUMN tampaknya lebih menguntungkan segelintir orang, berpotensi memperburuk jurang pemisah antara sektor publik dan sektor lain yang lebih membutuhkan perhatian.

Dalam konteks ini, muncul pertanyaan mendasar: Bagaimana dengan kewajiban negara untuk melindungi hak pekerjaan bagi seluruh rakyat? Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Kebijakan yang memberi hak istimewa kepada pegawai BUMN, sementara banyak orang lain menghadapi kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan, dapat dilihat sebagai bentuk ketidakadilan.

Pemerintah sering kali menargetkan pengurangan angka pengangguran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tetapi pendekatan ini tidak cukup untuk mengatasi masalah yang lebih mendalam. Pengangguran bukan hanya angka; itu adalah gambaran dari sistem ekonomi yang belum mampu menciptakan cukup lapangan kerja. Menargetkan angka pengangguran tanpa mempertimbangkan kualitas pekerjaan dan akses yang merata hanya akan memperburuk ketimpangan.

Pekerjaan bukan hanya kebutuhan ekonomi, tetapi juga hak yang melekat pada martabat setiap individu.

Namun, banyak sektor, terutama yang informal, masih mengalami tantangan serius dalam perlindungan dan kesejahteraan pekerja. Sementara itu, pegawai BUMN sering kali menikmati hak yang tidak tersedia bagi pekerja di sektor lain.

Untuk itu, pemerintah disarankan merombak Kementerian Tenaga Kerja menjadi Kementerian Pengadaan Pekerjaan. Dengan fokus baru ini, kementerian dapat lebih aktif menciptakan lapangan kerja yang adil dan merata, serta menghilangkan diskriminasi dalam rekrutmen.

Di luar negeri, negara-negara seperti Islandia, Jepang dan Selandia Baru, telah berhasil menerapkan kebijakan kerja empat hari dengan hasil positif. Namun, perbandingan ini menunjukkan adanya perbedaan besar dalam tingkat kemakmuran rakyat. Pendapatan per kapita di Islandia jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia, yang menunjukkan bahwa kebijakan serupa mungkin tidak dapat diadopsi dengan mudah di tanah air.

Kebijakan kerja empat hari yang direncanakan untuk sektor BUMN memerlukan pertimbangan yang lebih matang. Meskipun dapat memberikan keuntungan bagi pegawai BUMN, kebijakan ini berpotensi memperburuk ketimpangan sosial yang sudah ada. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang setara untuk bekerja dan mendapatkan kehidupan yang layak, bukan hanya segelintir kelompok yang sudah berada dalam posisi yang menguntungkan.

Mengadopsi program Jaminan Pekerjaan dari negara lain bisa menjadi salah satu langkah konkret untuk menciptakan lapangan kerja bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dikutip dari Sumut24. co, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi menerapkan sistem kerja empat hari dalam sepekan, yang dikenal sebagai Compressed Work Schedule (CWS), setelah melaluiuji cobasejak pertengahan tahun lalu.

Meski begitu, program ini baru diberlakukan di lingkungan Kementerian BUMN saja, belum di perusahaan-perusahaan pelat merah.

“Belum [di BUMN], masih di Kementerian BUMN,” ujar Deputi Bidang Manajemen Sumber Daya Manusia, Teknologi, dan Informasi Kementerian BUMN, Tedi Bharata, akhir pekan lalu, kepada CNN Indonesia.

Menurut Tedi, penerapan sistem kerja empat hari seminggu ini masih dalam tahap evaluasi untuk memastikan efektivitasnya sebelum diperluas ke seluruh perusahaan BUMN.

Ia menjelaskan bahwa program ini bukan merupakan kewajiban, melainkan fasilitas yang dapat diakses oleh pegawai yang telah memenuhi persyaratan jam kerja tertentu.

“Kita itu bentuknya fasilitas, compressed work schedule. Jadi empat hari kalau memang waktunya sudah 40 jam seminggu. Jadi itu fasilitas, kalau mau diambil silakan, tapi perlu approval,” jelas Tedi.

Kementerian BUMN, di bawah kepemimpinan Erick Thohir, mulai mengimplementasikan uji coba program CWS sejak Juni 2024. Opsi ini dapat dimanfaatkan maksimal dua kali dalam sebulan.

Erick menjelaskan bahwa tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk mengurangi tingkat stres pekerja sekaligus meningkatkan work-life balance.

Ketua Umum PSSI itu menyoroti bahwa 70% generasi muda saat ini menghadapi permasalahan kesehatan mental yang berdampak pada produktivitas.

Hasil survei internal juga menunjukkan adanya kebutuhan untuk menciptakan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan bagi pegawai kementerian.

Selain itu, Tedi Bharata juga menyambut baikrencanatim transisi Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung yang berencana menerapkan sistem kerja empat hari untuk pekerja di ibu kota. (red)

Pos terkait