Arya Siregar (HBB Tim) di Lokasi Titik Nol Habatahon tersebut, Jumat (25/04/2025).
Sebelum ke Kawasan Sianjurmula-mula itu, di lokasi bangunan Tugu Limbong Mulana, Titik Nol Habatahon dan di lokasi rencana pembangunan Silang Hangoluan Limbong Mulana, persis di sebelah Titik Nol Habatahon, Juita Manurung bersama tim-nya diterima Pemkab Samosir diwakili Hotraja Sitanggang dan Kadis Kebudayaan dan Pariwisata Samosir Tetty Naibaho. Dalam pertemuan itu dinilai tidak menghasilkan hal berarti dan Juita bersama teman-temannya terlihat kecewa meninggalkan ruangan pertemuan.Setelah di Sianjurmula-mula barulah rombongan Juita Manurung ini mendapatkan penjelasan yang jelas dan dalam dialog panjang, Pantas Maroha menjelaskan rinci terkait rencana di Kawasan Sianjurmukla-mula itu. Rencana ke depan, Titik Nol Habatahon akan dikelola Lembaga Adat yang diketuai Pantas Maroha Sinaga dan ada rencana membangun Museum Batak yang diusukan namanya menjadi Pusat Arsip, Perpustakaan dan Museum Batak.
Usul nama Arsip, Perpustakaan dan Museum Batak itu disampaikan Efendy Naibaho, jurnalis dan Ketua Yayasan Pusuk Buhit yang hadir dan berbicara bersama Pantas Marroha, Sekjen Limbong, Maestro Aliman Limbong dan Menanti Sigalingging dari Medan dengan harapan agar kita belajar aksara Batak. “Saya akan menyerahkan buku laklak koleksi saya untuk dijadikan koleksi museum. Usianya sekitar 300-an, ujar Galingging.
Juita Manurung, pada 09 April 2025, merencanakan bersama 13 orang masyarakat dari berbagai unsur dan kelompok meliputi para akademisi, aktivis adat dan budaya, pemerhati adat dan budaya, praktisi hukum dan Aliansi Pemuda Danau Toba, yang berkonsentrasi melakukan revitalisasi tradisi dan budaya bermaksud menyampaikan keberatan atas pembangunan Silang Hangoluan yang dibangun di Parik Sabungan, Sianjur Mula-mula dalam wilayah administrasi Kabupaten Samosir.
Kedua, pembangunan Silang Hangoluan di Tanah Leluhur marga-marga Batak berakibat pada pandangan negatif dan dapat menjeneralisasi kepercayaan dan agama tertentu kepada suku Batak yang bedampak akan adanya pengkotak-kotakan dalam masyarakat habatakon.
Kemudian disebutkan Juita Manurung, atas pembangunan Silang Hangoluan di Tanah Leluhur marga-marga Batak akan menjadi jurang pemisah dalam masyarakat habatakon yang menimbulkan konflik yang luas dalam masyarakat habatakon dan bahkan hal tersebut berpotensi chaos (kekacauan).
Sekjen Parsadaan Pomparan Limbong Mulana Indonesia, Pak Limbong menegaskan bahwa terkait Titik Nol Habatahon dibangun atas musyawarah tokoh-tokoh dan Salib atau Silang Hangoluan itu sendiri tidak ada maksud membawa Batak ke Kristen. Salib itu dibangun atas kecintaan Bernard Limbong kepada keyakinannya dan terhadap semua kritikan yang disampaikan dari berbagai pihak, Bernad Limbong disebutkan sekjennya bahwa semua itu karena holong.
Efendy Naibaho sendiri berharap semua pihak dapat menghentikan polemik dan beda pandangan tersebut karena Salib atau Silang Hanguloan tersebut namanya adalah Salib atau Silang Hangoluan Limbong Mulana.
Rencana pembangunanya, dikutip dari Kominfo Samosir, dilakukan Wakil Bupati Samosir Ariston Tua Sidauruk bersama Bernhard Limbong dengan meletakkan batu pertama pembangunan Salib Suci “Silang Hangoluan” Limbong Mulana di Titik Nol Habatahon Huta Parik Sabungan, Desa Sarimarrihit-Sianjur Mulamula, Samosir, 12/03.
Pembangunan Silang Hangoluan Limbong Mulana ini inisiasi Parsadaan Pomparan Limbong Mulana Indonesia (PPLMI), salah satu marga tertua di Kabupaten Samosir. Sesuai rencana salib akan dibangun dengan tinggi 45 M dan akan menjadi salib tertinggi di dunia.
Salib Hangoluan Limbong Mulana dibangun dengan tinggi salib 45 meter dan secara keseluruhan mulai dari lantai setinggi 52 meter, menelan biaya Rp 50 miliar dan merupakan dana pribadi sebagai bukti kepedulian kepada Bona Pasogit. Jumat (25/04) bahan-bahan bangunan seperti besi, sudah masuk ke lokasi. ***
Samuel Parningotan