Kebebasan Pers di Samosir Terancam?

Shohibul Ansor Siregar - Repro
*Shohibul Anshor Siregar
TITIK TOLAK
“Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi. Hak ini termasuk kebebasan untuk berpendapat tanpa campur tangan dan untuk mencari, menerima, dan menyebarkan informasi dan gagasan melalui media apapun tanpa memandang batas negara.”
Bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara,  karena itu terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran; dan untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Lebih jauh untuk kekokohan jaminan atas kebebasan pers tiga kategori hak yang mestinya berjalan seimbang, yakni Hak Tolak, Hak Jawab  dan Hak Koreksi, pun telah diatur sedemikian rupa dalam dunia pers.
Dengan demikian dalam pengaturan yang terdapat pada UU Pers, khususnya mengenai hak tolak, hak jawab dan hak koreksi ini, kedudukan seimbang antara jurnalis, perusahaan pers (media) dan masyarakat beroleh ketegasan. Selain berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial, pers juga dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi.
MENGUKUR KEBEBASAN PERS

Pada bagian sebelumnya sudah dijelaskan hal-ihwal kebebasan atau kemerdekaan pers yang tentu saja dengan normatika (sosiologis, politis, sejarah) yang sama setiap orang bisa berpendapat bahwa kebebasan pers saat ini (khususnya di Samosir, sesuai topik FGD) telah penuh, atau hanya setengah atau tidak ada sama sekali. Apakah ada jalan untuk kita agar tidak bertengkar tanpa juntrungan tentang masalah ini? Itu yang ingin saya tawarkan pada bagian ini.

Banyak pendekatan yang dilakukan untuk mengukur tingkat kebebasan pers di sebuah negara, salah satunya dilakukan oleh Freedom House dituangkan dalam naskah Freedom of the Press Methodologyyang ringkasannya dapat dibuat  demikian.   Ada keajegan yang menjadi bahan yang amat berguna untuk membangun asumsi dasar tentang perkembangan demokrasi, termasukdalam era digital yang amat disruptif sekalipun, bahwa semakin ke hilir demokrasi itu semakin menjauh dari nilai dan karakteristiknya sendiri. Kendala-kendala demokrasi sering menjadi pokok perhatian media dengan segenap konsekuensinya.

Bacaan Lainnya
Pertarungannya dalam bidang itu kerap mensahkan posisinya sebagai pilar ke-4 demokrasi. Namun adalah gejala di seluruh dunia ketika jurnalisme melemah begitu menyumbang terhadap kemerosotan kualitas demokrasi dan taraf hidup masyarakat baik secara kualitatif mau punsecara kuantitatif.
Berikut ini saya berikan 3 contoh: Pertama: Konon hite di Tano Ponggol dibangun menghubungkan Pulau Samosir dengan Pulau Sumatera, persisnya di Pangururan, jalan keluar menuju Aek Rangat dan arah ke Tele oleh Belanda, untuk solusi atas isolasi. Dahulu Pulau Samosir tidak sepenuhnya terpisah dengan Pulau Sumatera, karena menyatu di tanah genting ini dengan panjang sekitar 1,5 kilometer.
Diceritakan bahwa biasanya masyarakat sekitar akan menyeret perahu untuk mencapai sisi Danau Toba yang lainnya daripada harus mengelilingi danau. Ini kendala pengembangan ekonomi. Tetapi saya tidak menemukan versi lain dari penuturan media yang saya cari, karena patut diduga Belanda membangunnya bukan semata untuk tujuan utama mengakomodasi kepentingan rakyat (ekonomi dan sosial), melainkan untuk mobilisasi pasukan dalam perang Toba (1878-1907).

Kedua: Hari Selasa (20 Oktober 2020 yang lalu) atas nama Intelektual Independen Indonesia saya, Surya dan Afrilia menyelenggarakan seminar daring dengan topik “Indonesia Menggugat Versi Abda 21” yang selain saya dan Surya juga menghadirkan pembicara dari Belanda, yakni Jeffry Pondaag, Lara Nuberg dan Michael van Zeiijl. Sebagai sebuah renungan progresivitas orang luar terhadap Indonesia yang dijajah 350 tahun oleh Belanda, Michael van Zeijl mengajukan sebuah gugatan panjang yang tidak main-main.

Ketiga: Nelson Mandela  itu adalah pahlawan hanya karena rezim apartheid di negaranya dijatuhkan, namun sebelumnya, selama 20 tahun di penjara, ia adalah ekrimis, teroris dan orang jahat sebagaimana pemerintah Hindia Belanda menjuluki pejuang-pejuang seperti Sisingamangaraja XII, Imam Bonjol, Si Pitung, Si Jiih dan lain-lain yang belum kita tulis secara sempurna berdasarkan perspektif kita sendiri.

Media dalam pandangan Christopher Mondini, wakil presiden hubungan bisnis untuk ICANN, terus mengalami penurunan jurnalisme independen dan pemikiran kritis serta keterampilan penelitian yang disebabkan oleh ketergantungan yang mudah pada internet membuat warga lebih rentan terhadap manipulasi dan hasutan.
Proporsi warga yang aktif secara politik adalah digital native yang tidak mengingat kehidupan sebelum media sosial menjadi media utama untuk debat dan pengaruh. Kerangka hukum media dalam bentuk struktural yang nyata merupakan tantangan yang perlu dibuktikan secara ilmiah karena peran media yang luar biasa secara umum dan dampaknya yang konstan dan substansial pada proses demokrasi yang terjadi di dunia.
Jika menganalisis media dari sudut pandang sejarah, tentu tidak bisa mengabaikan kesan luar biasa pentingnya kebebasan berekspresi sebagai sumber dan promotor banyak perubahan substantif dan komponen berharga dalam fungsi keseluruhan pengaturan sosial dan politik. Apa yang dapat kita terangkan dari fenomena media mutakhir mungkin tak lepas dari pernyataan di dalam sebuah kutipan berikut:“Technology can improve or undermine democracy depending on how it is used and who controls it. Right now, it is controlled by too few”
KESIMPULAN
Tahun 2015 saya menyelenggarakan sebuah pertemuan di kota Parapat yang pesertanya adalah wakil-wakil dari sebuah organisasi se-Sumatera Utara. Salah satu acara ialah menabur ratusan bibit ikan di Danau Toba yang diteruskan untuk meninjau secara langsung ke lokasi perusahaan yang membudidayakan ikan dengan kerambah itu, yang saat itu (hingga sekarang) terus menjadi kontroversi besar.
Saya dan teman-teman waktu itu meminta simulasi pemberian makanan untuk ikan-ikan yang dibudidayakan itu. Di sana saya tahu sebuah pertanyaan, bahwa andaikata seluruh makanan yang diberikan langsung ditelan habis oleh semua ikan yang dibudidayakan, seberapa besar dampak pencemarannya terhadap perairan Danau Toba.
Faktanya, selain ada jarak waktu antara menjatuhkan makanan ikan dengan aktivitas menyergap dan menelannya oleh ikan dan faktanya lagi ternyata tidak sedikit makanan yang ditabur meluncur ke dasar danau. Saya tidak memiliki keahlian untukmenganalisis aspek kimiawi lingkungan semacam ini, namun saya tetap berhak bertanya tentang berapa besar dampak budidaya kerambah ikan itu terhadap pencemaran perairan Danau Toba.
Lara Nuberg yang berbicara pada seminar daring “Indonesia Menggugat Versi Abad 21” menceritakan pengalamannya dua kali ke Danau Toba. Saat kunjungan pertama ia belum melihat aktivitas kerambah budidaya ikan. Kedatangannya terakhir menyadarkannya bahwa penjajahan terus berlangsung meski Indonesia sudah merdeka 70-an tahun. Ia menunjukkan pengaruh imperatif modal dalam budidaya ikan kerambah yang produksinya dipasarkan di banyak supermarketdi negara-negara Barat dan mereka tidak peduli.
Mereka menggunakan standar ganda, dan artinya pers tidak hanya tak cukup kuat berbicara tentang masalah ini. Banyak hal yang terjadi di sekitar wilayah ini menyisakan pertanyaan serius atas peran pers.
Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan yang dimaksudkan agar hak masyarakat untuk memeroleh informasi terjamin. Kemerdekaan pers adalah kemerdekaan yang disertai kesadaran akan pentingnya penegakan supremasi hukum yang dilaksanakan oleh pengadilan, dan tanggung jawab profesi yang dijabarkan dalam Kode Etik Jurnalistik serta sesuai dengan hati nurani insan pers.
Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500 juta (Lihat pasal 18 ayat (1) UU Pers).
UUD Tahun 1945 antara lain dalam pasal 28F disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan. Pasal 4 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Hak tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.
Tujuan utama hak tolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber-sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan indentitas sumber informasi yang dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan.

Memang hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan. Hak jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Terhadap perusahaan pers yang tidak mengindahkan hak jawab bisa dikenai pidana denda paling banyak Rp. 500 juta sesuai ketentuan pasal 18 ayat (2) UU Pers.

Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Kewajiban ini adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan. Lihat pasal 3 ayat (1) dan (2) UU Pers.

CATATANBAGIAN 2:
Untuk mengukur tingkat kebebasan pers di setiap negara dan wilayah, penelitian tahunan Freedom House selalu mengajukan sejumlah pertanyaan yang terbagi dalam tiga kategori besar yakni lingkungan hukum, lingkungan politik, dan lingkungan ekonomi. Untuk setiap pertanyaan metodologi, jumlah poin yang lebih rendah dialokasikan untuk situasi yang lebih bebas, sementara jumlah poin yang lebih tinggi dialokasikan untuk lingkungan yang kurang bebas.
Skor akhir suatu negara atau wilayah (dari 0 hingga 100) mewakili total poin yang diberikan untuk setiap pertanyaan. Skor total 0 sampai 30 menghasilkan status kebebasan pers Bebas; 31 hingga 60 menghasilkan status Bebas Sebagian; dan 61 hingga 100 menunjukkan status Tidak Bebas. Lihat https://freedomhouse.org/freedom-press-research-methodology. [2] “Technology can improve or undermine democracy depending on how it is used and who controls it. Right now, it is controlled by too few”. Lihat https://www.pewresearch.org/internet/2020/02/21/concerns-about-democracy-in-the-digital-age/ Landasandemokrasimeliputi kebebasan berkumpul dan berbicara, inklusifitas dan kesetaraan, keanggotaan, persetujuan, memberikan suara, hak untuk hidup dan hak minoritas.
Kemudian demokrasi melengkapi diri dengan 4 elemen kunci yakni sistem politik untuk memilih dan menggantikan pemerintah melalui pemilihan yang bebas dan adil; partisipasi aktif masyarakat, sebagai warga negara, dalam politik dan kehidupan sipil; perlindungan hak asasi manusia semua warga negara; dan aturan hukum, di mana hukum dan prosedur berlaku sama untuk semua warga negara. Lihat L.Diamond, Lecture at Hilla University for Humanistic Studies 21 January 2004: “What is Democracy”; L.Diamond and L Morlino, The quality of democracy(2016) In L.Diamond, In Search of Democracy,London: Routledge.
Barulah pada tahun 2020 Kementerian PUPR mengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur di KSPN Danau Toba termasuk alur Tano Ponggol yang akan dilakukan pelebaran dari 25 meter menjadi 80 m sepanjang 1,2 kilometer dan ditambah kedalamannya dari 3 meter menjadi 8 meter.
Dengan adanya jalur pelebaran alur ini, secara otomatis perlu dilakukan penyesuaian desain Jembatan Tano Ponggol agar kapal pesiar dapat lewat di bawah jembatan. Lihat https://setkab.go.id/pemerintah-lebarkan-alur-tano-ponggol-agar-permudah-kapal-wisata-keliling-pulau-samosir/[5] https://www.youtube.com/embed/RkqistpyFnI.
Sebagaimana dapat dilihat pada video itu ketiga pembicara yang tinggal di Belanda itu memiliki pandangan dan data yang sama sekali tidak pernah (atau sangat kurang) menjadi perhatian pers atau jurnalis Indonesia selama beberapa dekade ini. Kemana pers pejuang selama itu? Lihat https://historibersama.com/surat-terbuka-kedua-untuk-pemerintah-belanda-dari-jeffry-pondaag-dan-francisca-pattipilohy/?lang=id[7] Lihat antara lain https://www.gewooneenindischmeisje.nl/
Baginya, mengejar klik, retweet, dan tampilan halaman mendorong retorika ekstremis atau provokatif adalah fakta media saat ini. Meme viral dan soundbites mengalihkan perhatian dari analisis, pertimbangan, dan debat yang bijaksana. Lihat https://www.pewresearch.org/internet/2020/02/21/concerns-about-democracy-in-the-digital-age/[13] Nevenka Ronkova, International Legal Framework For Media, Faculty of Law at University “Goce Delchev”-Stip, Macedonia, Journal of Process Management –New Technologies, International, Vol. 4, No.2, 2016.Catatan Bagian 3:[1] https://www.youtube.com/embed/RkqistpyFnI.[2] https://freedomhouse.org/freedom-press-research-methodology[3]
Meskipun bukan partai politik, pers kerap bertindak sebagai wakil dari kelompok kepentingan yang dengan menyuarakannya untuk mengembangkan kasus tertentu atas realitas. Peristiwa yang sama dapat dikonstruksikan secara berbeda dengan menggunakan frame (bingkai) yang berbeda oleh media dengan “keterampilan” memilih fakta dan menuliskan fakta.
Dalam memilih fakta terkandung dua kemungkinan, apa yang dipilih (bagian berita), apa yang dibuang (bagian mana yang tidak diberitakan). Ini sangat tergantung media bagaimana melihat sisi menarik berita. Dengan begitu framing menujukkan bagaimana melihat cara bercerita (story telling) media atas peristiwa yang tergambar pada “cara melihat” terhadap realitas yang dijadikan berita. “Cara melihat” ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas.

*Dosen FISIP UMSU, Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (n’BASIS) (Disampaikan pada Focus Group Discussion: KEBEBASAN PERS DI SAMOSIR TERANCAM? – Zoom | Kantor Redaksi www.samosirtoday.com| Lumban Butar Il | Siogung-Ogung | Pangururan | Sabtu 24 Oktober 2020, Pukul 14.00 -18.00)

Pos terkait