Sambut 2021 Tuntaskan Vaksinasi Covid-19, Perlu Strategi “Total Football”

Oleh Dr.Abidinsyah Siregar*

MENGINGATKAN kembali bahwa wabah penyakit, bukan sekali dua pernah menjadi pandemi di dunia. Setiap peristiwa berbeda penyebab dan pola sebarannya. Virus Covid-19 mudah menyebar diantara orang-orang (community spreads) sebelum gejala muncul, sehingga banyak orang terkecoh padahal sedang berada di sekitar orang-orang yang sudah terinfeksi.

 

Bacaan Lainnya
Sang virus butuh inang untuk bertahan hidup. Kehadirannya, perkembangan dan pengulangannya sangat terkait dengan perilaku dan kebiasaan “buruk” manusia. Sekalipun manusia dianugerahi kesempurnaan oleh Sang Pencipta, diberi akal dan indrawi yang lengkap, dan dengan kelengkapan itu terbukti manusia mampu mengelola dunia, tetapi tetap saja lebih banyak yang tidak mampu mengelola dirinya atau kebiasaannya.
Dalam masa Pandemi Covid-19, tiap Negara bagai membuka “Kotak Pandora” yang antara lain membuka status dan perilaku buruk kesehatan masyarakatnya. Dan juga status ekonomi, status pendidikan, status kewaspadaannya dan kedisiplinannya.
Bangsa China tempat awal kejadian Coronavirus sejak tengah Desember 2019, menyadari adanya karakter yang sama pada ribuan penderita gangguan pernafasaan, langsung melakukan Surveilans Epidemiologi, Uji Mikrobiologi, dan berbagai Konfirmasi lintas keilmuan, menemukan adanya “virus” baru.

Sekalipun belum dikenal. mereka langsung “pasang sikap bahwa ini Virus” dan perlu melakukan Protokol Penanganan Virus. Pisahkan yang terinfeksi, lindungi komunitas yang belum terpapar. Tutup aktivitas social. Tutup perbatasan Kota. Tutup bandara dan transportasi antarluar kota. Dan pulangkan semua Bangsa asing apapun misinya, apakah diplomatik, pendidikan, bisnis atau wisata Semua wajib kembali ke Negara asal.

 

Dalam tempo 5 bulan sejak Desember 2019, virus yang kemudian berhasil diidentifikasi dan diberi nama COVID-19 naik menjulang cepat sampai puluhan ribu sejalan dengan mobilitas manusia. Namun segera melambat karena MOBILITAS manusia sebagai jalan TRANSPORTASI virus Covid-19 antarmanusia dihentikan.

Sejak bulan Mei 2020 praktis angka kasus terkonfirmasi virus “berhenti” pada angka 80.000an kasus dengan 4.600 kematian, dan kini pertambahan per hari naik/turun sekitar 10 kasus dan tidak ada lagi kematian. Channel News Asia melaporkan bahwa Masyarakat kota Wuhan kembali hidup normal.
Sejak April jalanan kembali padat dan macet, antrean panjang di tempat penjualan makanan tanpa rasa takut, kegiatan Olahraga dan music di tempat terbuka. Apa yang dilakukan China?. Perpaduan Lockdown, 3M dan 3T secara massif.
Kota terbesar ke-7 di China dan ke-42 di dunia itu, menutup tiga stasiun kereta api utamanya, 13 stasiun bus, seluruh penerbangan, seluruh jaringan kereta bawah tanah, serta hampir semua jalur bus kota dan 251 pelayaran feri di Sungai Yangtze. Dengan Tracing luas, Test berulang hingga mencapai 160.000.000 Test, dalam 5 bulan Virus Covid-19 TERKENDALI, dan kehidupan sudah normal kembali, dengan menjalankan Protokol Kesehatan dan tanpa Vaksin.
Semua dicapai 76 hari. Bagaimana dengan kisah Negara yang terpapar di seluruh dunia?. Itu terjadi ketika kepulangan ekspatriat dari kota Wuhan kembali ke Negara Asal. Repotnya mereka “membawa” virus. Dan negara asal tidak mempersiapkan diri. Banyak Negara menganggap sepele dan bersenda gurau dengan virus ini.
Kini, 220 Negara sudah terpapar. Kasus terkonfirmasi 3.000 lagi menembus 74 juta, Kematian lebih 1,6 juta, sembuh 51,9 juta. Kasus aktif lebih 20 juta dan yang dalam status kritis lebih 107.000 orang. Lebih 120 Negara sudah terkendali dan memasuki babak New Normal. Mereka nyaris tanpa pertambahan kasus harian dan tidak ada lagi kematian. Pola sebaran virus sudah pola Sporadic atau Cluster spreads. Itu dicapai TANPA VAKSIN, dengan penerapan Protokol Kesehatan yang ketat di seluruh wilayah.

MENGAPA INDONESIA HARUS VAKSINASI? Indonesia per 16 Desember pukul 12.00 WIB, tercatat 636.154 kasus terkonfirmasi (bertambah 6.725 kasus baru), kematian 19.248 orang (bertambah 137 orang), sembuh 521.984 orang (82%). 94.000-an orang yang sedang dirawat di Rumah Sakit-Rumah Sakit Rujukan Covid-19.

Ada sejumlah alasan yang bisa diperdebatkan mengapa Indonesia HARUS vaksinasi. Upaya Penanggulangan Virus Covid-19 sudah dilakukan. Pengorganisasian sudah mengalami beberapa perubahan dan perluasan. Penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) bagi Daerah yang mematuhi arahan Kebijakan Pusat maupun yang tidak menerapkan PSBB (sekalipun Daerahnya sudah “Red zone”), hingga penerapan fase Transisi dan kembali PSBB sudah dilakukan.

Episentrum kasus sudah berpindah-pindah, tidak hanya Jakarta. Kampanye 3 M diikuti dengan pendekatan Perisai Iman-Imun-Aman juga sudah disosialisasikan secara gencar. Problem paling kritis saat ini adalah semakin sedikit ketersediaan fasilitas kesehatan dan ratio Tenaga Kesehatan.
Sekalipun Jurubicara Satgas Covid-19 Prof Wiku Adisasmito pernah mengatakan yang tergunakan saat ini 57,97%. Beberapa kota besar di Jawa Barat menurut Gubernur Ridwan Kamil sudah mencapai hunian 80%. Jakarta dari 98 RS Rujukan Covid-19 sudah hampir 5.000 tempat tidur terpakai dari 6.306 TT (79%), sedangkan ICU sudah terpenuhi 70%.
Itu data sebelum pelaksanaan Pilkada 9 Desember. Sementara itu di berbagai kota sudah terkhabar laporan pasien termasuk Dokter terinfeksi menemukan RSRC-19 sudah penuh. Cepat atau lambat batas toleransi akan terlampaui, karena dengan rata-rata pertambahan kasus per hari diatas 6.000 orang dan angka kesembuhan 82%, maka rata-rata pertambahan kasus aktif sebanyak 700 orang per hari, artinya RSRC-19 butuh lebih 700 TT per hari, dalam seminggu butuh hampir 5.000 TT baru, sudah overload atau melampaui ketersediaan. Tidak hanya TT, tetapi juga perbekalan kesehatan lainnya seperti peralatan medis, farmasi, oksigen, ventilator, dan berbagai life support medical equipment lainnya, disamping logistic seperti APD, ICU, dan tenaga kesehatan multi disiplin dan aneka kompetensi, yang semuanya tentu ada batasnya.
Tidak hanya masalah kesehatan tetapi juga nonkesehatan. Seperti tingginya penyangkalan dari masyarakat. Seperti temuan survey BPS pada 7-14 September yl, dimana dari 20.000 responden diketahui ada 17% TIDAK PERCAYA ADANYA COVID-19. Mereka yakin atau sangat yakin dirinya tidak akan tertular Covid-19. 22-25 % tidak mematuhi Protokol Kesehatan. Terbukti maraknya Kluster Kantoran, Hingga saat ini Kantor atau unit kantor silih berganti melakukan Lockdown. Beritasatu 26 November mengutip paparan Prof.Dadan Umar (Tenaga Profesional Lemhannas RI) yang mencatat kondisi bulan Juni 2020 terjadi penurunan Indeks Ketahanan Nasional (IKN). Jika ditahun 2019 (sebelum terjadi Pandemi Covid-19) berada pada indeks 2,82 dari skala 1 – 5, maka pada tahun 2020 akibat Pandemi Covid-19 menurun menjadi 2,70. Itu sama dengan kondisi di tahun 2015. Sedangkan indeks ketahanan Demografi, ketahanan Ekonomi mengalami penurunan yang cukup tajam.
Dadan menegaskan “Capaian IKN selama 5 tahun SIRNA tersapu Covid-19 dalam waktu Enam bulan”. Keseimbangan hidup menjadi terganggu di semua aspek. Kesan gamang dalam kebijakan Penanggulangan Covid-19 terbaca public dari tarik-menarik kepentingan sektoral, utamanya antara Kesehatan dan Ekonomi.
Kesan dikotomi menimbulkan komplikasi yang semakin memperberat status kesehatan dan beban ekonomi. Dua beban besar kini membayangi. Di bidang kesehatan dibayangi oleh ancaman Gelombang kedua dari Penyebaran Virus Covid-19, yang kini sudah mulai terjadi di banyak Negara Eropa. Dan di bidang Ekonomi, resesi yang terjadi di banyak Negara kini sudah terjadi di Indonesia dimana Produk Domestik Bruto (PDB) sudah dibawah minus-3.
Jika tidak segera ditemukan “exit strategy” dalam waktu cepat dan tepat, bukan mustahil terjadi bencana sosial kesehatan. Tidak heran ketika IKAL-Lemhannas menyelenggarakan Webinar Nasional pada 10 Desember yang dibuka Ketua Umum DPP IKAL-Lemhannas Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar dengan Tema “Pandemi Covid-19 Dan Ancaman Ketahanan Nasional – Solusi Komprehensif Melindungi Segenap Bangsa Indonesia”, sejak 3 hari sebelumnya dari Pooling yang diedarkan, 60,6% dari pendaftar sebanyak 612 orang se – Indonesia memilih Menteri Kesehatan sebagai Pembicara yang paling ditunggu paparannya yang berjudul “Kesiapan Vaksin, Vaksinasi dan antisipasi kegagalan”.
Ya, Vaksinasi menjadi harapan untuk Indonesia. Sayangnya pada waktu yang sama Menkes RI harus menghadiri Undangan Rapat dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI. Dampaknya, peserta aktif langsung menurun menjadi 326 orang peserta. Sekalipun 326 angka kepesertaan Webinar yang besar, namun kesenjangan HARAPAN dan KENYATAAN mengindikasikan betapa masyarakat butuh KEPASTIAN dari sumber paling REPRESENTATIF.
Saatnya masyarakat diberi RASA PERCAYA yang tanpa KABUT tanpa RAGU. Dalam tulisan berjudul “Vaksin dan Vaksinasi, Persiapannya Menentukan Sukses” tanggal 26 Oktober 2020 yl, penulis mengutip harapan Presiden Jokowi yang tak ingin isu soal vaksin bernasib sama dengan isu OBL (Omnibus Law). Yang kemudian ditegaskan Kepala Kantor Staf Presiden Jend.TNI (Purn) Moeldoko, adanya mis-komunikasi. RENCANA AKSI MENGAWAL SUKSES VAKSINASI COVID-19 Pola komunikasi model 2020 tentu harus ditinggalkan. Kaburnya Posisi leading sektor dalam urusan wabah, banyaknya sektor yang terlibat dan kadang terlalu jauh hanya melihat kepentingan sektornya saja, lemahnya Pengorganisasian di tingkat Pusat diikuti pula dengan kelemahan sebahagian besar kepemimpinan Daerah dalam mengelola kegawatdaruratan wabah menyebabkan lebih 95% wilayah Indonesia terpapar (34 Provinsi dan 510 dari 514 Kabupaten/ Kota se Indonesia).
Memasuki Tahun 2021, Upaya Penanggulangam Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional harus sudah memiliki Rencana Aksi Mengawal Sukses Vaksinasi Covid-19. Sejumlah penguatan seperti Pengorganisasian yang harus ditarik ke puncak tertinggi untuk diambil oleh Presiden atau Wakil Presiden, sebagaimana pernah disampaikan Profesor Siti Zuhro, selain akan memperkuat Relasi Pusat dan Daerah, juga akan menyebabkan semua kekuatan Nasional bekerja dalam gerakan yang sama, prioritas yang sama dan meredam “konflik interes” sektoral atau kedaerahan.
Saatnya pula Menteri yang mempunyai tanggungjawab dalam urusan Kesehatan ditempatkan sebagai Penjuru Operasional, dan menjadi Komandan Lapangan dengan mengajak dan melibatkan seluruh Stake Holders kesehatan menjadi satu kekuatan besar menggalang potensi masyarakat untuk bergerak bersama.
Tanpa Rencana Aksi yang Komprehensif, kerawanan yang mulai muncul di sana-sini, termasuk KERAGUAN akan VAKSIN Covid-19, bukan mustahil akan menggoyahkan Ketahanan Nasional.
Masih banyak pertanyaan yang bisa mengundang keraguan. Kepastian harus menjadi nuansa berfikir dan bertindak di tahun 2021. Kita akan bahas sejumlah ancaman dan upaya antisipasi di sekitar Vaksinasi Covid-19 ditahun 2021 pada Tulisan berikut. #Perlu strategi “TOTAL FOOTBALL” dalam Pengendalian Covid-19 Thn 2021.
Jakarta, 17 Desember 2020 *)
Dr.Abidinsyah Siregar,DHSM,MBA,MKes : Ahli Utama BKKBN dpk Kemenkes/ Mantan Deputi BKKBN/ Mantan Komisioner KPHI/ Mantan Kepala Pusat Promkes Depkes RI/ Alumnus Public Health Management Disaster, WHO Searo, Thailand/ Mantan Ketua MN Kahmi/ Mantan Ketua PB IDI/ Ketua PP IPHI/ Ketua PP ICMI/ Ketua PP DMI/ Waketum DPP JBMI/ Ketua PP ASKLIN/ Penasehat BRINUS/ Penasehat Klub Gowes KOSEINDO/ Ketua IKAL FK USU/ Ketua PP KMA-PBS/ Penasehat PP PDHMI/ WaKorbid.Orbida dan Taplai DPP IKAL Lemhannas/ Pengasuh media sosial GOLansia.com dan Kanal-kesehatan.com

 

Pos terkait