Hati2 Membuat Ranperda (Tanah) di Samosir

Oleh Gelbok Simbolon*

Hati- hati membuat ranperda terkait (tanah) di Samosir. Jangan sampai ada masyarakat marga di Samosir, yang sudah ratusan tahun menetap di tanah tempat tinggalnya dan lahannya, tetapi masih dianggap pendatang atau pangissolat.

Bacaan Lainnya

Alasannya, tidak termasuk marga bius, tidak termasuk marga si pukka huta, sehingga ketika terjadi perbedaan politik saat pileg, pemilihan kepala desa , dan pilbub, terjadi pengusiran dari kampung/ desa yang dilakukan oleh yang merasa pemilik bius.

Dan harus dibedakan, Tanah milik Negara dan Tanah Ulayat.

Di Pulau Samosir itu dari dulu sudah dibuat batas Tanah Adat dengan Tanah Negara ( Hutan Lindung). Sebahagian masyarakat sudah menetap dan tinggal di daerah tanah negara ( di luar tanah adat/ bius), dan baru- baru ini sudah resmi dilepas negara bagi penggarap tanah negara tersebut.

Pada umumnya masyarakat yang memperoleh tanah dari menggarap tanah tersebut tidak mengakui tanah bius/ adat, tetapi tanah milik sendiri yang di sebut ” Tallik Mulani Golat”. Artinya, siapa yang duluan mengusahai dan menguasi tanah dimaksud dialah pemiliknya dan itu resmi menjadi Golatnya/ milik waris nenek- moyangnya.

Jadi bagi perumus ranperda tanah adat diharapkan supaya arif, jangan pula nanti timbul masalah besar karena perbedaan kepentingan.

Pada zaman dulu/ zaman Belanda,  ada batas- batas Tanah Adat dengan Tanah Negara. Misalnya, Tanah Adat Sijambur batasnya tanah Sibuntuon. Kehutanan berbatas dengan tanah adat Salaon berbatas dengan Siguti- guti, tanah adat Sigumbang berbatas dengan Pangakkatan, Tanah adat Parbaba berbatas dengan Sihusapi, Tanah adat Simanindo- berbatasan dengan Bonani Robean/ Dolok, Tanah adat Ronggurnihuta berbatas dengan Huta Dolok niapul dll.

Karena sudah banyak bermukim masyarakat di sana, kuburan/ tambak, gereja dan lahan pertanian sebagai sumber penghidupan masyarakat setempat, seharusnya itu sudah dikeluarkan dari tanah negara, menjadi resmi milik masyarakat itu sendiri. Sama halnya di Desa Salaon Dolok,  dulu itu tanah negara, tetapi karena sudah menjadi desa, baru- baru ini sudah resmi dikeluarkan dari tanah Negara.

Saya pun heran,  kok Tanjung Bunga masih diklaim tanah register?  Dimana peranan tokoh masyarakat, kepala desa, Pemkab dan anggota Dewan terhormat? Anggota DPRD Samosir sebaiknya merespon ini dengan baik. ***

*Pemerhati Samosir – tinggal di Medan – Samosir

Pos terkait