MENANTI DAN BERHARAP DI TENGAH PANDEMI

Ilustrasi

Saut Marasi Manihuruk

RAKYAT Indonesia sedang menanti berhentinya wabah virus Corona. Menanti garis kurva yang berhenti pada satu titik puncak untuk turun secara perlahan hingga berhenti secara total untuk pemulihan.

Bacaan Lainnya

Di tengah-tengah penantian harapan ini, kita dituntut dengan dinamika hidup disiplin diri yang tinggi melakukan protokol kesehatan secara konsisten untuk memutus rantai pandemi yang menyebar secara masif. Namun, dalam praktik hidup sehari-hari, masih banyak yang abai seolah-olah virus Corona tidak berbahaya. Apakah praktik ini akan tetap demikian? Mari bangun kesadaran diri dimulai dari orang per orang sehingga terbentuk kesadaran masif satu gambaran masyarakat dengan gaya hidup yang sadar dan cepat tanggap akan bahaya pandemi COVID-19.

Data per Sabtu, (25/4/2020), terpapar 8,067 orang; sembuh 1,042 orang, dan meninggal 720 orang. Awalnya, kasus pertama wabah COVID-19 di Indonesia teridentifikasi dari seorang ibu dan anaknya yang berdomisili di Depok dan memiliki riwayat berinteraksi dengan warga negara Jepang yang diketahui lebih awal menderita penyakit tersebut. Secara resmi, Presiden Joko Widodo pun mengumumkannya hari Senin, (2/3/2020) di Jakarta. Kemudian, dalam kurun waktu lima puluh empat hari, dari dua orang naik hingga 8,067 orang.

Namun, di tengah-tengah kenaikan itu, kabar baiknya para terpapar COVID-19 dapat sembuh yaitu sekitar 84.05%. Terlepas dari jumlah yang meninggal, kenaikan infeksi eksponensial ini masih menyisakan harapan akan kesembuhan. Kita menanti harapan kesembuhan mencapai 100% dengan temuan-temuan dan terobosan-terobosan baru dalam ilmu kedokteran.

Dunia internasional sedang mengupayakan vaksin yang akan diujicobakan pada manusia setelah melalui hasil riset yang akuntabel. Selain itu, sedang dicobakan juga metode baru yaitu Terapi Plasma Konvalesen (TPK) yaitu transfusi plasma orang yang baru sembuh. Plasma darahnya diambil, diolah, dan dapat ditransfusikan ke pasien yang terpapar Covid-19. “Beberapa pengobatan yang dilakukan Amerika, Iran, dan Jepang efektif,” kata Honesti (Direktur PT Bio Farma [Persero]) dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI secara virtual, Selasa (21/4/2020) lalu. Ini juga menjadi harapan baru untuk penanganan kasus-kasus virus sejenis.

Dari teknologi informasi, telah dirilis beberapa aplikasi untuk tracing and tracking bagi terpapar agar tetap terpantau dan kita pun dapat menghindari potensi transmisi lokal yang meluas. Kita yakin dengan teknologi Global Positioning System (GPS) ini akan membantu memutus mata rantai penyebaran wabah COVID-19; oleh karenanya, kita optimis akan ada aplikasi-aplikasi baru yang tingkat keakuratannya semakin tinggi dan tingkat keterandalannya semakin baik. Dan kita pun dapat menghindari kontak dengan orang yang terpapar dengan bantuan aplikasi ini. Kita juga berharap, ada aplikasi peringatan dini (early warning) di gerbang-gerbang masuk bandara di seluruh negeri untuk varian virus-virus sejenis pada masa mendatang.

Dari segi politik, eksekutif, legislatif, dan yudikatif dan seluruh elemen masyarakat bersatu lawan COVID-19 dalam manajemen bencana nonalam. Dari segi anggaran, telah dilakukan refocusing and reallocation anggaran untuk biaya penanganan COVID-19. Dari segi teknis penanganan, protokol-protokol dan regulasi-regulasi baru dikeluarkan. Hal-hal terbarukan selalu ada setiap hari untuk melawan COVID-19. Tentulah semuanya ini untuk satu harapan yaitu wabah berhenti total dan masyarakat pun dapat berkegiatan sedia kala.

Namun, harapan yang sesungguhnya lahir dari konsistensi praktik protokol kesehatan oleh masyarakat secara masif dengan social/physical distancing. Konsistensi praktik ini juga menimbulkan satu dilema karena menyangkut nadi perekonomian, yaitu modus interaksi mencari nafkah sehari-hari karena di situlah titik awal ditengarai masifnya penularan wabah. Kita dilatih untuk secara bijak mensiasatinya.

Mulai dari pemberlakuan siaga darurat, tanggap darurat, dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) disertai aspek legalitasnya, masih saja ditemukan pelanggaran-pelanggaran oleh masyarakat baik secara tidak sengaja atau sengaja(?). Jika pelanggaran-pelanggaran ini masih tetap berlangsung secara masif, maka perlambatanlah yang akan kita nantikan namun demikian harapan tetap ada yaitu dari tindakan persuasif menjadi represif(?) untuk kebaikan kita bersama.

Sesungguhnya, Pemerintah Indonesia sangat berhati-hati untuk memutuskan kunci wilayah (lockdown) dan telah memilih PSBB sebagai alternatif lain karena pertimbangan aspek kesemestaan secara ekonomi/sosial dan aspek realitas lain di lapangan. Ini juga menjadi harapan baru memutus rantai penyebaran virus Corona; namun demikian, efektifkah ini cara ini? Kita masih menunggu, mencermati, dan berharap pemerintah dapat mensiasatinya dengan cepat, cerdas, dan lugas.

Tak ada salahnya, kita setiap harinya menanti dan berharap akan hal-hal yang baik seraya melakukan protokol secara konsisten sebagai ujian mentalitas kolektif sebagai bangsa yang besar. Mari kita tanamkan dalam alam bawah sadar kita hal-hal yang baik dan positif dalam percakapan dengan diri sendiri kendati kita bergumul dengan hal-hal sulit akibat wabah saat ini. Pemrograman ulang alam bawah sadar (subconscious reprogramming) dengan nilai-nilai ajaran agama kita masing-masing akan menghasilkan aura dan energi positif yang dipancarkan dari diri kita untuk orang-orang sekitar. Mari menanti dan berharap, jangat takut, virus Corona akan berlalu! Mengutip apa yang dikatakan Presiden Jokowi, “Bukan kesulitan yang membuat kita takut, tapi sering ketakutan membuat jadi sulit. Jadi, jangan mudah menyerah.”

Ayo lawan VirusCorona ….

Pos terkait